logo

Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China

15 Pages4083 Words297 Views
   

Added on  2021-08-06

About This Document

SM Entertainment menggunakan Strategi New Culture Technology untuk memperluas pasar global dan menyebarluaskan pengaruh K-Pop di China. Penelitian ini menggunakan teori Neoliberalisme dan Cultural Diplomacy sebagai acuan analisis.

Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China

   Added on 2021-08-06

ShareRelated Documents
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM
Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China
Diplomasi A
Dosen: Sukawarsini Djelantik
Regina Mayvia Pramesty
6091901287
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
KOTA BANDUNG
2021
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China_1
ABSTRAK
Kehadiran diplomasi budaya telah memberikan kesempatan bagi Korea Selatan untuk
menggunakan penyebaran Korean Wave atau Hallyu sebagai instrumen diplomasi. Kesuksesan
Hallyu pada tahun 1990-an mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap
promosi Hallyu khususnya di bidang “K-Pop”. Aktivitas diplomasi budaya semakin dilakukan
aktor negara maupun swasta dalam rangka mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Selaku
aktor swasta, SM Entertainment ikut berkontribusi dalam aktivitas diplomasi budaya. Kesamaan
tujuan dari pemerintah dan SM Entertainment untuk memaksimalkan potensi nilai budaya
sebagai investasi ekonomi akhirnya mendorong SM untuk menginovasikan berbagai strategi
untuk memperluas pasar. Strategi New Culture Technology diluncurkan oleh SM Entertainment
untuk menyebarluaskan pengaruh “K-Pop” secara global. Strategi ini membawa SM
Entertainment membentuk boygrup “WayV” sebagai grup basis China untuk menargetkan pasar
audiens China dan mencairkan ketegangan akibat kebijakan THAAD. Penulis akan
menggunakan teori Neoliberalisme dan konsep Cultural Diplomacy sebagai acuan analisis. Hasil
penelitian ini menghasilkan pemahaman bahwa implementasi strategi New Culture Technology
di pasar China telah berhasil menjadikan SM Entertainment selaku non-state actor dapat
berkontribusi dalam diplomasi budaya
Pendahuluan
Secara praktik, diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam cakupan
Hubungan Internasional sebagai instrumen negara untuk mencapai kepentingan nasional.
Kebijakan luar negeri pada suatu negara pasti akan meliputi aktivitas diplomasi. Menurut
Sukawarsini Djelantik, dalam bukunya yang berjudul “Diplomasi antara Teori dan Praktik”—
diplomasi merepresentasikan tekanan politik, ekonomi, dan militer kepada negara-negara yang
terlibat dalam aktivitas diplomasi.1 Negara yang terlibat dituntut untuk melakukan pertukaran
permintaan dan konsesi antara para pelaku negosiasi.2 Seiring dengan perkembangan zaman,
karakteristik diplomasi pun mengalami perubahan konsep yang diadaptasikan dengan perubahan
dunia internasional. Mulai dari old diplomacy yang hanya melibatkan aktor pemerintah, tanpa
melibatkan publik sehingga aktivitas diplomasi seringkali dipahami sebagai rahasia pemerintah
yang tidak diketahui oleh publik.3 Kemudian, dengan kehadiran dunia digital telah membawa
perubahan ke dalam aktivitas diplomasi, sehingga old diplomacy beranjak ke arah new
diplomacy.
New diplomacy ditandai oleh pidato fourteen points Woodrow Wilson yang menyatakan
bahwa diplomasi harus bersifat demokratis. Konsep new diplomacy ini sangat luas ke ranah
1 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 2
2 Ibid.
3 B. H. Summer, “The Secret Franco-Russian Treaty of 3 March 1859,” The English Historical Review 48, no. 189
(1933), 65. https://www.jstor.org/stable/552885?seq=1
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China_2
global, sehingga negara memiliki akses untuk melakukan diplomasi secara multilateral.4 Fokus
utama isu dalam new diplomacy juga semakin meluas. New diplomacy membahas isu global—
pemanasan global, kemanusiaan, perubahan iklim, bahkan budaya. Peran publik juga ikut
dilibatkan dalam proses diplomasi. Sehingga dapat dikatakan dalam aktivitas new diplomacy,
peran diplomat dan duta besar semakin minim. Selain bertambahnya keterlibatan aktor,
penggunaan instrumen yang digunakan aktor pun semakin bervariasi. Dalam era old diplomacy,
negara melihat kekuatan ekonomi dan militer sebagai aspek utama untuk meningkatkan
kekuatannya dalam aktivitas diplomasi. Pada saat ini, new diplomacy tidak hanya sebatas pada
politik dan ekonomi. Instrumen-instrumen yang dapat digunakan negara adalah ekonomi,
teknologi dan informasi digital, dan kebudayaan.
Diplomasi budaya, sebagaimana disebutkan oleh Milton Hummings, 2013, adalah
pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek budaya antara bangsa dan masyarakat untuk
membentuk suatu mutual understanding.5 Dalam hal ini, negara akan memperjuangkan
kepentingan nasional melalui dimensi budaya, baik secara mikro seperti melalui pendidikan,
kesenian, atau secara makro misalnya seperti propaganda tanpa adanya campur tangan politik,
ekonomi, atau militer. Dalam aktivitas diplomasi, dapat ditemukan unsur soft power, branding,
propaganda, atau publik.6 Diplomasi budaya terletak pada soft power sehingga prosesnya
didasarkan oleh minat melainkan suatu paksaan. Diplomasi budaya memiliki hubungan yang erat
dengan diplomasi publik. Banyak kesamaan pendekatan konsep diantara keduanya. Sehingga,
sering terjadi tumpang tindih. Keduanya sama-sama menargetkan audiens luar sebagai upaya
diplomatik. Namun, diplomasi publik cenderung bersifat sepihak (unilateral), sementara
diplomasi budaya menggunakan pendekatan bilateral atau multilateral.7
Aktor yang terlibat dalam diplomasi budaya adalah pemerintah, organisasi non-
pemerintah, masyarakat publik, dan individu. Tujuan utama diplomasi budaya adalah
mempengaruhi opini publik yang secara langsung akan mempengaruhi suatu perilaku dari
komunitas negara lain. Sehingga karakteristik dari pola komunikasi lebih ditekankan pada
diplomasi budaya. Hal ini dilakukan untuk memahami perspektif masyarakat negara lain dan
menerima perbedaan.
4 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 58.
5 Andrew F. Cooper, Jorge Heine, Ramesh Thakur, The Oxford Handbook of Modern Diplomacy (OUP Oxford,
2013), 2
6 Ibid, 3
7 Ibid.
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China_3
Istilah ‘Korean WaveHallyu’ dimulai di kawasan Asia Timur pada tahun 1990-an,
istilah ‘Hallyu’ adalah budaya populer massal Korea Selatan yang tengah berkembang menjadi
budaya global.8 Diawali dengan popularitas ‘K-Pop’ sebagai perpaduan genre musik Barat
dengan sentuhan budaya Korea. Keberhasilan Korea Selatan dalam menyebarkan budaya ke
lingkup global, telah menjadikan mereka sebagai salah satu negara yang berhasil menjalankan
diplomasi budaya. Mulai dari keberhasilan tersebut, pemerintah Korea Selatan mulai
memanfaatkan peluang K-Pop sebagai alat diplomasi untuk meningkatkan perekonomian.
Meluasnya fenomena K-Pop merupakan wujud investasi ekonomi pemerintah Korea
Selatan. Hal ini terlihat pada kontribusi Korean Wave yang meningkatkan angka pariwisata
sebanyak 30% dengan total 997,3 milliar won. Begitu pun juga dengan perusahaan hiburan
seperti SM, JYP, dan YG Entertainment—atau “Big 3” industri hiburan Korea Selatan yang
kekayaan perusahaannya senilai USD 772 juta, USD 516 juta, dan USD 498 pada tahun 2018.9
SM Entertainment sebagai perusahaan hiburan multinasional di Korea Selatan ikut
berpartisipasi sebagai aktor dalam diplomasi budaya. Hampir tiga dekade sejak CEO Lee Soo
Man mendirikan SM Entertainment, tentunya kesuksesan yang telah dicapai tidak terlepas dari
strategi diplomasi budaya yang telah mereka terapkan.10 Melalui strategi bisnis “New Culture
Technology” sebagai upaya memperluas pasar global, SM Entertainment sebagai non-state actor
berhasil melakukan diplomasi budaya di negara-negara lain seperti AS, Jepang, Indonesia,
Thailand, dan Tiongkok.
Secara spesifik, SM Entertainment menjadikan negara Tiongkok sebagai fokus utama
dalam strategi New Culture Technology melalui pembentukkan boygrup “WayV”. Upaya ini
dilakukan guna menyebarkan budaya populer “K-Pop” yang diadaptasikan dengan budaya
Tiongkok. Maka, pertanyaan penelitian dalam penulisan akademik ini adalah: “Bagaimana
Strategi New Culture Technology SM Entertainment dilakukan sebagai alat Diplomasi
Budaya di C?”. Melalui teori Neoliberalisme dan Cultural Diplomacy, penulis mendeskripsikan
tentang bagaimana SM Entertainment sebagai non-state actor dan multinational company
(MNC) dapat berpartisipasi dalam aktivitas diplomasi publik Korea Selatan dan Tiongkok.
Kerangka Teori
8 Mark Ravina, “Conceptualizing the Korean Wave,” Southeast Review of Asian Studies, 31 (2009): 3
9 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, page 2
10 Ibid.
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China_4

End of preview

Want to access all the pages? Upload your documents or become a member.

Related Documents
5 Strategi Promosi dan Marketing Kreatif untuk Meningkatkan
|4
|1772
|34

Peran Pemerintah dan Regulasi dalam Bisnis: Sejarah dan Pembahasan
|35
|8782
|170

PERLINDUNGAN HAKI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
|10
|5494
|75

(PDF) PENGARUH PENGETAHUAN ISI KANDUNGAN
|16
|2217
|184

Implikasi Ideologi Liberalism dalam Pengurusan Pandemik Covid-19
|20
|5046
|89