logo

KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI

20 Pages10776 Words470 Views
   

Added on  2021-07-30

About This Document

4-5, Kuningan, Jakarta Selatan 12940 e-mail: sabrina.nadilla@kemenkumham.go.id Abstrak Kegagapan negara-negara dunia dalam penanganan Pandemi Covid-19 menimbulkan pertanyaan mengenai eksistensi kerangka kerja yang digunakan untuk menyelesaikan krisis kesehatan global.

KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI

   Added on 2021-07-30

ShareRelated Documents
Majalah Hukum Nasional
Volume 50 Nomor 2 Tahun 2020
P-ISSN: 0126-0227; E-ISSN: 2772 – 0664
DOI : 10.33331/mhn
https://mhn.bphn.go.id
KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI
(Covid-19 Crisis: An International Law Perspective to Pandemics)
Sabrina Nadilla
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Jalan H.R Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan, Jakarta Selatan 12940
e-mail: sabrina.nadilla@kemenkumham.go.id
Abstrak
Kegagapan negara-negara dunia dalam penanganan Pandemi Covid-19 menimbulkan pertanyaan mengenai
eksistensi kerangka kerja yang digunakan untuk menyelesaikan krisis kesehatan global. Lebih jauh, artikel ini
mengungkapkan bahwa hukum internasional memiliki mekanisme khusus dalam penanganan pandemi melalui
operasionalisasi International Health Regulation (IHR) yang dikoordinasikan secara global oleh organisasi
internasional WHO. Melalui perspektif hukum internasional, artikel ini bermaksud mengelaborasi kerangka
kerja hukum internasional yang memuat kewajiban, kewenangan, prosedur, serta peran dan tantangan yang
dihadapi pada penanganan pandemi global, termasuk dalam krisis Covid-19 yang masih bergulir hingga saat
ini. Artikel ini menemukan fakta bahwa, IHR 2005 sebagai kerangka kerja hukum internasional, tidak bisa
dianggap sebagai instrumen ’one size fits all’ yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan penanganan
krisis kesehatan global.
Kata kunci: hukum internasional, pandemi, WHO, International Health Regulation
Abstract
The drawbacks faced by countries while handling the Covid-19 crisis raises questions about the existence of
a framework to resolve the global health crisis. Furthermore, this article identifies a particular mechanism
in handling pandemics through the operationalization of the International Health Regulation (IHR) that is
coordinated globally by the World Health Organization. Through the perspective of international law, this article
aims to elaborate the framework of international law that depicts the obligations, authorities, procedures, roles,
as well as faced challenges in handling global pandemics, including the Covid-19 crisis that is still taking place
today. This article finds the fact that, the IHR 2005 as an international legal framework, cannot be considered
as a ’one size fits all’ instrument that can solve all problems in resolving global health crisis.
Keywords: international law, pandemics, WHO, International Health Regulation
A. Pendahuluan
Memasuki dekade baru, perhatian dunia
tertuju pada Wuhan, ibukota provinsi Hubei,
Republik Rakyat Tiongkok. Sejak akhir 2019,
Wuhan melaporkan adanya serangkaian
kematian yang disebabkan oleh penyakit dengan
karakteristik mirip pneumonia (pneumonia-
like illness).1 Dengan penyebaran lokal yang
semakin meluas, otoritas kesehatan Wuhan
melaporkan kasus ini pada Komisi Kesehatan
Nasional Tiongkok, Chinese Center for Disease
Control and Prevention (CDC Tiongkok),
hingga memberikan notifikasi pada organisasi
kesehatan dunia (WHO).2 Pada Januari 2020,
1 Zunyou Wu and Jennifer M. McGoogan, ”Characteristics of and Important Lessons From the Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Outbreak in China” (JAMA Network, 2020), 1240.2 Ibid.
KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI_1
K R I S I S C O V I D - 1 9 : P E R S P E K T I F H U K U M I N T E R N A S I O N A L T E R H A D A P PA N D E M I
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 2 Tahun 2020262
CDC Tiongkok berhasil mengidentifikasi SARS-
CoV-2, jenis coronavirus terbaru penyebab
lima belas dari lima puluh sembilan kasus
pneumonia Wuhan. Jenis coronavirus ini pula
yang kemudian diidentifikasi sebagai penyebab
Covid-19.3 Kondisi demikian mengharuskan
Tiongkok untuk melakukan tindakan mitigasi.
Dalam jangka waktu kurang dari satu bulan
sejak identifikasi SARS-CoV-2, pemerintah
Tiongkok memberlakukan karantina total
(lockdown) di Kota Wuhan dan lima belas kota
lainnya, hingga meniadakan liburan perayaan
Tahun Baru Imlek.4 Upaya pencegahan tersebut,
bagaimanapun, tidak cukup kuat menahan
laju penyebaran Covid-19 keluar dari negeri.
Terhitung sejak akhir Januari, kasus-kasus baru
bermunculan di luar Tiongkok seperti: Thailand,
Jepang, dan Korea Selatan di wilayah Asia, serta
Perancis dan Jerman di wilayah Eropa, masing-
masing memiliki kluster penyebaran yang, ketika
ditelusuri, memiliki riwayat bepergian dari dan
menuju Tiongkok.5
Seiring dengan peningkatan status krisis
kesehatan menjadi kondisi darurat kesehatan
berskala internasional/public health emergency
of international concern (PHEIC), episentrum
penyebaran Covid-19 telah bergeser ke
Lombardy, Italia yang membentuk kluster
baru di wilayah Eropa. Per Maret 2020, angka
penularan di wilayah Eropa telah mencapai
4.505 kasus dan 113 kematian.6 Dalam hal ini,
keterlambatan deteksi dini terhadap kluster
penyebaran semakin mempersulit proses isolasi
kasus-kasus lokal yang tersebar di seluruh
wilayah Eropa.7 Eskalasi pada kasus penyebaran
dan persentase tingkat kematian akibat Covid-19
total hingga 110.000 kasus tersebar di 110
negara dengan tingkat kematian mencapai 3,9
persen secara global,8 akhirnya mendorong
WHO untuk mendeklarasikan kondisi tersebut
sebagai Pandemik pada akhir Maret lalu.9 Status
pandemik global ini, ’memaksa’ negara-negara
di dunia untuk mengambil langkah drastis dalam
rangka menekan laju penyebaran Covid-19.
Dari perspektif hukum internasional,
WHO merupakan pemegang mandat utama
dalam urusan kesehatan publik skala global.
Sebagaimana penanganan pandemi terdahulu,
WHO kembali mengoperasionalkan kerangka
kerja International Health Regulation (IHR)
2005 dalam penanganan pandemi Covid-19.
Bagaimanapun, kegagapan negara-negara dunia
bahkan negara maju sekalipun menimbulkan
pertanyaan mengenai mekanisme dari kerangka
kerja yang digunakan untuk menyelesaikan krisis
kesehatan global. Berdasarkan narasi di atas,
rumusan masalah dari artikel ini ialah bagaimana
mekanisme penanganan pandemi Covid-19
3 European Centre for Disease Prevention and Control, ”Event Background COVID-19,” COVID-19.4 Wu and McGoogan, ”Characteristics of and Important Lessons From the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Outbreak in China,” 1240.5 World Health Organization, Novel Coronavirus (2019-NCoV) Situation Report - 1, 20 January 2020 (Geneva, 2020),
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200121-sitrep-1-2019-ncov.pdf?
sfvrsn=20a99c10_4; European Centre for Disease Prevention and Control, ”Event Background COVID-19.”6 Gianfranco Spiteri et al., ”First Cases of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) in the WHO European Region, 24 January
to 21 February 2020,” Eurosurveillance 25, no. 9 (2020): 4.7 Ibid., 1.8 World Health Organization, ”WHO Director-General’s Opening Remarks at the Media Briefing on COVID-19 - 3 March
2020,” last modified 2020, accessed May 2, 2020, https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-
opening-remarks-at-the-media-briefing-on-covid-19---3-march-2020.9 Jamie Ducharme, ”World Health Organization Declares COVID-19 a ’Pandemic.’ Here’s What That Means,” TIME, last
modified 2020, accessed May 2, 2020, https://time.com/5791661/who-coronavirus-pandemic-declaration/.
KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI_2
K R I S I S C O V I D - 1 9 : P E R S P E K T I F H U K U M I N T E R N A S I O N A L T E R H A D A P PA N D E M I
Volume 50 Nomor 2 Tahun 2020Majalah Hukum Nasional 263
dalam kerangka kerja hukum internasional?
Untuk dapat menjawab rumusan masalah,
pembahasan dalam artikel ini akan dibagi
ke dalam tiga bagian: bagian pertama akan
mendeskripsikan penanganan situasi pandemi
dalam kerangka kerja hukum internasional
dengan perhatian khusus pada organisasi
internasional WHO. Pada bagian kedua, artikel
ini berupaya untuk mengelaborasi kewajiban,
kewenangan, prosedur, serta peran dan
tantangan yang dihadapi pada penanganan
pandemi terdahulu. Terakhir, bagian ketiga
pembahasan artikel ini akan mengulas
perkembangan penanganan pandemi Covid-19
melalui kerangka kerja International Health
Regulation 2005.
B. Metode Penelitian
Pada prinsipnya, studi ini merupakan studi
hukum doktrinal, sebuah studi hukum yang
berfokus pada ”prinsip hukum yang dihasilkan
oleh pengadilan dan legislator; kaidah hukum
yang berdiri sendiri dengan argumen dan
persepsi yang berdasar pada premis normatif
dalam bentuk teks hukum dan statuta.”10
Lebih lanjut, studi hukum doktrinal merupakan
sebuah proses yang terdiri dari dua bagian,
yakni pertama, mengidentifikasi sumber
hukum dan kedua, menginterpretasikan dan
menganalisis teks hukum tersebut.11 Dalam
hal ini, sumber hukum yang relevan dengan
kerangka kerja penanganan krisis kesehatan
ialah Konstitusi World Health Organization
dan International Health Regulation (IHR)
2005. Untuk melengkapi interpretasi dan
analisis dokumen hukum tersebut, analisis juga
dilakukan terhadap data sekunder lain terkait
dengan (i) organisasi kesehatan internasional
WHO; (ii) kerangka kerja penanganan pandemi
dalam hukum internasional; (iii) pandemi dalam
perspektif kesehatan gloval; serta (iv) informasi
faktual seputar penyebaran Covid-19 dalam
jangka waktu November 2019 hingga Mei 2020.
C. Pembahasan
1. World’s Health Organization dan
Penanganan Pandemi dalam Kerangka
Hukum Internasional
Sejarah penanganan krisis kesehatan
internasional dapat ditelusuri hingga akhir abad
19. Pada 1851, negara-negara Eropa berkumpul
di Paris untuk membentuk sebuah kerangka
kerja umum dalam rangka mengharmonisasikan
respons terhadap penyebaran penyakit antar
lintas batas negara.12 Cara yang umum digunakan
dalam era ini ialah melalui tindakan karantina
terhadap turis dan transportasi laut yang
datang. Memasuki abad 20, lahir dua organisasi
internasional kesehatan yakni Pan-American
Health Organization (PAHO) pada 1902 dan
Office Internationale d’Hygiène Publique pada
1907. Kedua organisasi ini merupakan cikal bakal
dari WHO dengan adanya pergeseran ke dalam
sebuah struktur institusi.13 Penekanan pada
unsur regional dalam hal ini menjadi penting,
mengingat kerja sama kesehatan menyaratkan
adanya aksi baik di tingkat global maupun
lokal.14 Pasca Perang Dunia II, berkembangnya
10 Reza Banakar, Normativity in Legal Sociology: Methodological Reflections on Law and Regulation in Late Modernity
(London: Springer, 2015), 29; Muhammad Helmy Hakim, ”Pergeseran Orientasi Penelitian Hukum: Dari Doktrinal Ke
Sosio Legal,” SYARIAH Jurnal Hukum dan Pemikiran 16, no. 2 (2016): 106; Robert Cryer et al., Research Methodologies
in EU and International Law (Portland: Hart Publishing, 2011), 38.11 Amrit Kharel, ”Doctrinal Legal Research,” SSRN Electronic Journal 16 (2018): 9.12 Armin Von Bogdandy and Pedro A Villarreal, International Law on Pandemic Response: A First Stocktacking in Light of
the Coronavirus Crisis, MPIL Research Paper Series (Heidelberg, 2020), 3.13 David W. Kennedy, ”The Move to Institutions,” Cardozo Law Review 8 (1987): 841–842.14 L. Lerer and R. Matzopoulos, ”’The Worst of Both Worlds’: The Management Reform of the World Health Organization,”
KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI_3
K R I S I S C O V I D - 1 9 : P E R S P E K T I F H U K U M I N T E R N A S I O N A L T E R H A D A P PA N D E M I
Majalah Hukum Nasional Volume 50 Nomor 2 Tahun 2020264
institusi multilateral mendorong kelahiran WHO
sebagai badan khusus dalam urusan kesehatan
internasional. Secara yuridis, WHO resmi berdiri
sejak Konstitusi WHO mulai berlaku (entered
into force) pada 7 April 1948.15 Selanjutnya,
First World Health Assembly Jenewa 1948
memberikan mandat prioritas bagi WHO,
yakni malaria, tuberkulosis, penyakit kelamin,
kesehatan ibu dan anak, teknik sanitasi, serta
nutrisi. Lebih lanjut, WHO juga terlibat dalam
pencegahan penyakit skala luas serta upaya
kontrol termasuk kampanye masal melawan
frambusia, endemik sifilis, kusta, dan trakoma.16
Konstitusi WHO menyediakan prosedur
pengambilan keputusan utama di dalam
organisasi, yang memiliki kewenangan cukup
luas apabila dibandingkan dengan organisasi
internasional lainnya. Sebagaimana tercantum
dalam Pasal 21 dan 22, disebutkan:
Article 21
The Health Assembly shall have authority
to adopt regulations concerning:
(a) sanitary and quarantine requirements
and other procedures designed to
prevent the international spread of
disease;
(b) nomenclatures with respect to
diseases, causes of death and public
health practices;
(c) standards with respect to diagnostic
procedures for international use;
(d) standards with respect to the safety,
purity and potency of biological,
pharmaceutical and similar products
moving in international commerce;
(e) advertising and labelling of biological,
pharmaceutical and similar products
moving in international commerce.
Article 22
Regulations adopted pursuant to Article
21 shall come into force for all Members
after due notice has been given of
their adoption by the Health Assembly
except for such Members as may notify
the Director-General of rejection or
reservations within the period stated in
the notice.
Kedua Pasal ini menetapkan kewenangan
WHO untuk mengeluarkan peraturan yang
mengikat bagi para negara anggota tanpa
melalui prosedur ratifikasi terlebih dahulu. Hal
ini, tentu merupakan karakteristik yang tidak
umum dalam lanskap organisasi internasional
pada umumnya. Lebih jauh, konstitusi WHO
mengatur bahwa kewenangan pembentukan
norma berada pada World Health Assembly,
yang mampu membentuk peraturan setelah
memenuhi suara mayoritas dua per tiga dari
negara anggota yang hadir dan memberikan
suaranya.17 Pembentukan norma hukum di
WHO dengan demikian, merupakan proses
yang dilakukan oleh para ahli, diplomat, dan
teknokrat.
a. International Health Regulation sebagai
Hukum Pandemi Internasional”
Tiga instrumen hukum utama yang diadopsi
melalui mekanisme Pasal 21 Konstitusi WHO
yakni International Sanitary Regulations (ISR),
International Health Regulations (IHR), dan
Nomenclature Regulations.18 Pada 1951, ISR
International Journal of Health Services 31, no. 2 (2001): 425.15 United Nations, ”Constitution of the World Health Organization,” United Nations Treaty Collection, accessed
May 3, 2020, https://treaties.un.org/Pages/ShowMTDSGDetails.aspx?src=UNTSONLINE&tabid=2&mtdsg_no=IX-
1&chapter=9&lang=en.16 Michael Mccarthy, ”A Brief History of the World Health Organization D,” The Lancet 360 (2002): 1111.17 Pasal 19 Konstitusi WHO18 Bogdandy and Villarreal, International Law on Pandemic Response: A First Stocktacking in Light of the Coronavirus
Crisis, 5.
KRISIS COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PANDEMI_4

End of preview

Want to access all the pages? Upload your documents or become a member.