Exploring the Dynamics of Bilingualism and Code-Switching in Society

Verified

Added on  2021/10/04

|20
|3932
|326
Essay
AI Summary
This essay delves into the concepts of bilingualism and code-switching, exploring their definitions, causes, and classifications. It begins by defining bilingualism and discussing how it relates to code-switching, which involves the alternation between two or more languages within a conversation. The essay examines various factors that trigger code-switching, including the speakers, listeners, situational changes, and topic shifts. It categorizes code-switching into grammatical and contextual classifications, analyzing types such as tag code-switching, inter-sentential, and intra-sentential code-switching, as well as the influence of proper nouns, negative words, and discourse markers. Furthermore, the essay explores contextual classifications, including situational and metaphorical code-switching, providing examples from various settings and participant interactions. The essay concludes with a case study of code-switching during a wedding ceremony in Ponorogo, illustrating how language shifts occur in real-life situations.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 185
BILINGUALISME DAN ALIH KODE
Muh. Busro
Dosen Tetap Pada Prodi Pendidikan Bahasa Arab (STAINU) Madiun
E-mail: busro_ibn.sadadji@yahoo.co.id
Abstrak
Dalam masyarakat yang memiliki dua bahasa atau lebih berpotensi terjadinya
peralihan bahasa dari satu ke yang lain. Proses peralihan inilah yang disebut
dengan alih kode. Proses alih kode dapat terjadi apabila dalam sebuah kelompok
mempunyai minimal dua bahasa. Munculnya fenomena ini tentunya tidak terlepas
dari adanya kontak bahasa dan kondisi sosial masyarakat atau pun kelompok
yang multikultural. Dalam praktiknya, munculnya alih kode sendiri menjadi
menarik, hal ini disebabkan karena alih kode yang dilakukan individu bilingual
memiliki beragam alasan kenapa mereka melakukan hal ini. Dalam kaitannya
sebuah masyarakat bilingual dengan peristiwa alih kode, kita dapat memahami
bahwa di sana terjadi interaksi sosial dan interaksi kebahasaan. Kemudian
bilingualisme dan alih kode ini dirasa menarik untuk dibahas. Maka dalam
tulisan ini penulis akan membahas tentang bilingualisme dan alih kode.
Kata Kunci: Bilingualisme, Alih Kode
Pendahuluan
Seringkali dijumpai dalam suatu kelompok masyarakat bilingual sebuah
fenomena peralihan dari satu bahasa ke bahasa lain. Tentunya dengan segala
bentuk dan alasan kemunculannya. Dalam hal alih kode yang terjadi pada
kelompok masyarakat bilingual tentunya masyarakat tersebut menggunakan
paling tidak dua bahasa. Dan kemunculan fenomena ini tak terlepas dari
terjadinya kontak bahasa dan kondisi sosial masyarakat yang multi kultural.1
Kemunculan alih kode sendiri menjadi menarik karena dalam praktiknya,
alih kode yang dilakukan indifidu bilingual memiliki beragam alasan kenapa
1 http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Secure Best Marks with AI Grader

Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 186
mereka melakukan hal ini. Dalam kaitannya sebuah masyarakat bilingual dengan
peristiwa alih kode, kita dapat memahami bahwa disana terjadi interaksi sosial
dan interaksi kebahasaan. Diantara pemicu kemunculan alih kode ini adalah:
pembicara/penutur, pendengar/lawan tutur, perubahan situasi, perubahan dari
formal ke informal/sebaliknya, perubahan topik pembicaraan dan sebagainya.2
Pada peristiwa alih kode ini paling tidak, dapat diklasifikasikan menjadi
dua klasifikasi secara umum yaitu secara gramatikal dan konteks. Dalam
klasifikasi gramatikal ini berdasarkan pada letak peralihan kode dalam kalimat
atau ucapan, sedangkan klasifikasi berdasarkan konteks berdasarkan kepada
alasan kenapa terjadi peralihan kode.3
Bilingualisme dan Alih Kode
1. Bilingualisme
Membicarakan alih kode berarti membicarakan bilingualisme, karena
seseorang yang melakukan alih kode biasanya adalah individu bilingual atau
multilingual. Meskipun menurut beberapa ahli bahasa alih kode bisa saja terjadi
pada monolingualis. Namun tentunya akan lebih memudahkan pemahaman kita
mengenai alih kode maka akan dibahas disini sedikit mengenai bilingualisme.
Sebelum membahas bilingualisme ada baiknya kita mengetahui terlebih
dahulu apa itu ‘bahasa ibu’ dan ‘bahasa asing’. Bagi kebanyakan individu, bahasa
pertama yang dipelajari dan dikuasai yakni bahasa ibu, adalah juga bahasa yang
2 http://marcopangngewa.blogspot.com/2012/01/alih-kode-dan-campur-kode.html
3 Aslinda dan Leni Syafana, Pengantar Sosiolinguistik (Bandung: Refika Aditama, 2007),
hal. 85.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 187
sering digunakan. Dan sebaliknya bahasa-bahasa kedua cenderung menjadi bahasa
sekunder dalam penggunaan sehari-hari.4
Selanjutnya individu yang menggunakan minimal dua bahasa ini menjadi
kajian sejak lama, bloomfield mengemukakan bahwa bilingualisme menunjuk
pada gejala penguasaan bahasa kedua dengan derajat penguasaan yang sama
seperti penutur asli bahasa itu. Meskipun pendapat ini dianggap sulit untuk
dipenuhi bagi seseorang agar dapat disebut sebagai bilingual.
Mackey, seperti yang dikutip oleh Fishman, memberikan gambaran
tentang bilingualisme sebagai gejala pertuturan. Bukan sebagai sistem akan tetapi
karakteristik pemakaian bahasa, yakni praktik pemakaian bahasa secara
bergantian yang dilakukan oleh penutur.5
Macnamara mengusulkan batasan bilingualisme sebagai pemilikan
penguasaan bahasa (mastery) atas paling sedikit bahasa pertama dan bahasa
kedua, kendatipun tingkat penguasaan bahasa yang kedua itu hanyalah pada batas
paling rendah. Batasan yang demikian tampaknya cukup realistis karena dalam
kenyataannya tingkat penguasaan bahasa pertama dengan kedua tidak pernah akan
sama. Haugen juga berpendapat bahwa bilingualisme dapat diartikan sebagai
sekedar mengenal bahasa kedua.6
Hal ini menurut fishman sangat berkaitan erat dengan bikulturalisme, dia
mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi individu bilingual bukan melalui
4 Abd. Syukur Ibrahim, Sosiolinguistik; Sajian, Tujuan, Pendekatan dan Problem
(Surabaya: Usaha Nasional, 1995), hal. 179.
5 R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosolinguistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 18.
6 R. Kunjana Rahardi, Ibid., hal. 18.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 188
pengajaran dan pembelajaran formal melainkan melalui interaksi langsung dengan
kelompok etnik lain yang memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa orang itu.
Apabila terdapat dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh
penutur yang sama akan terjadilah kontak bahasa. Dikatakan demikian karena
memang terjadi peristiwa saling kontak antara bahasa yang satu dengan bahasa
yang lainnya dalam peristiwa komunikasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa bilingualisme adalah akibat dari penggunaan lebih dari satu kode oleh
seseorang individu atau masyarakat.7
Di satu sisi keanekaragaman bahasa dalam suatu negara bisa
mendatangkan masalah. Pada tataran praktis, kesulitan komunikasi dalam suatu
negara dapat menjadi rintangan bagi kehidupan ekonomi dan industri serta
gangguan sosial. Yang lebih serius lagi, keanekabahasaan itu bekerja berlawanan
dengan arah nasionalisme. Akan tetapi negara aneka bahasa dapat mendekati
masalah ini dengan dua cara: 1) Mereka dapat berusaha mengembangkan bahasa
nasional, atau 2) Mereka dapat mencoba mengembangkan nasionalisme tidak
berdasarkan bahasa.8
2. Alih Kode
Istilah alih kode pertama kali digunakan dalam linguistik oleh Jakobson
pada awal 1950 an, menurut Jakobson, perbedaan bahasa atau perbedaan gaya
bahasa dalam satu bahasa bisa menimbulkan perbedaan kode. Kode disini
diartikan sebagai sistem ujar yang dapat dipahami oleh pendengarnya.
7 R. Kunjana Rahardi, Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hal. 15.
8 Sumarsono dan Paina Partana, Sosiolinguistik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004), hal.
174.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Secure Best Marks with AI Grader

Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 189
Kemudian pengertian alih kode berarti pergantian dalam beberapa bahasa
yang terjadi pada penutur bilingual tergantung pada situasi ujaran. Dengan begitu
dapat dipahami bahwa fenomena alih kode ini didasari oleh perubahan situasi,
dengan kata lain bahwa hal ini tidak akan terjadi bila tidak ada perubahan situasi.9
Menurut Appel alih kode adalah gejala peralihan pemakaina bahasa karena
berubah situasi. Namun menurut hymes, alih kode bukan hanya terjadi
antarbahasa, melainkan juga terjadi antara ragam-ragam bahasa dan gaya bahasa
dan gaya bahasa yang terdapat dalam satu bahasa. Dengan demikian, alih kode itu
merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan
terjadi antarbahasa serta antarragam dalam satu bahasa.
Dari beberapa definisi diatas kita dapat memahami bahwa alih kode
banyak ditemukan pada pembicara bilingual atau multilingual. Dan alih kode
terjadi pada suatu percakapan (satu waktu). Jadi jika seorang anak menggunakan
bahasa indonesia dirumah lalu menggunakan bahasa inggris dalam sekolahan, hal
ini tidak dapat disebut sebagai peristiwa alih kode.10
Ada beberapa alasan kenapa seseorang melakukan alih kode diantaranya:
mengutip perkataan seseorang, menegaskan identitas atau solidaritas sebuah
kelompok, memasukkan atau mengeluarkan seseorang pada sebuah percakapan,
meningkatkan setatus, dan menunjukkan kemahiran dalam berbahasa.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya alih kode adalah sebagai berikut:
9 Djoko Susanto, Codeswitching in Indonesian Islamic Religious Discourse (Malang: UIN
Malang Press, 2008), hal. 43.
10 Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistic the Study os Societie’s Languages
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 73.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 190
a. Pembicara/penutur.
b. Pendengar/lawan tutur.
c. Perubahan situasi.
d. Perubahan dari formal ke informal/sebaliknya.
e. Perubahan topik pembicaraan.11
Pada peristiwa alih kode ini paling tidak, dapat diklasifikasikan menjadi
dua klasifikasi secara umum yaitu secara gramatikal dan konteks. Dalam
klasifikasi gramatikal ini berdasarkan pada letak peralihan kode dalam kalimat
atau ucapan, sedangkan klasifikasi berdasarkan konteks berdasarkan kepada
alasan kenapa terjadi peralihan kode.
a. Klasifikasi Gramatikal
Pada klasifikasi gramatikal terdapat beberapa tipe alih kode, yaitu tag-
code-switching, inter-sentential code-switching, intra-sentential code-switching,
proper noun dan noun phrase, kata-kata negatif, kata-kata yang mirip di dalam
kedua bahasa dan tanda ucap.12
11 Aslinda dan Leni Syafana, Pengantar Sosiolinguistik, hal. 85.
12 Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistic the Study os Societie’s Languages, hal. 73.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 191
1) Tag code-swithcing
Tag code-switching terjadi ketika seorang bilingual memasukkan ungkapan
pendek dari bahasa yang berbeda pada akhir ucapannya. Contoh: “it’s okay,
no problem, ya nggak?
2) Inter-sentential code-switching.
Inter-sentential code-switching terjadi ketika ada satu susunan kalimat bahasa
asing diantara dua kalimat bahasa pertama. Contoh: “ini lagu lama, tahun
60an. It’s oldies but goodies, they say. Tapi, masih enak kok didengerin”.
3) Intra-sentential code-switching
Intra-sentential code-switching terjadi ketika sebuah kata atau prase atau
klausa dalam bahasa asing terletak di dalam sebuah kalimat dalam bahasa
pertama. Contoh: “the hotel, il est grand, is really huge and unbelievably
majestic”.13
4) Proper noun dan noun phrase
Proper noun bisa diartikan sebagai nama orang, nama tempat dan nama
sesuatu yang sepesifik. Nama sebuah organisasi, institusi, kejadian dan nama
daerah juga bisa disebut proper noun. Singkatan seperti PERSINAS
(Persatuan Silat Nasional) dan lain-lain. Sedangkan noun phrase adalah
sebuah phrase yang mengandung suatu kata benda.
13 Made Iwan Indrawan Jendra, Ibid., hal. 178.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Paraphrase This Document

Need a fresh take? Get an instant paraphrase of this document with our AI Paraphraser
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 192
5) Kata-kata negatif
Dalam bahasa Indonesia paling tidak ada empat kata-kata negatif yaitu:
bukan, tidak, belum dan jangan. Bagi bilingualis Indonesia-Jawa ke empat
kata negatif itu sering kali menimbulkan alih kode, alasannya adalah kata
“tidak” sering kali diucapkan “ndak” dan terkadang menjadi “nggak”. Kata
tidak adalah kata baku dalam bahasa Indonesia, sedangkan “ndak” dan
“nggak” bukan merupakan bahasa baku.14
6) Kata-kata yang mirip di dalam kedua bahasa
Kemunculan alih kode mungkin juga disebabkan oleh pengaruh kata-kata
yang memiliki arti yang sama atau bunyi yang sama dalam kedua bahasa.
Sebagai contoh dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Bahasa Jawa Bahasa Indonesia
Kito
(Ng) omong-omong
Mangkanya
Kapan
Tolong
Angen-angen
Menang
Kita
Ngomong-ngomong
Makanya
Kapan
Tolong
Angan-angan
Menang
14 Djoko Susanto, Codeswitching in Indonesian Islamic Religious Discourse, hal. 53-56.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 193
7) Tanda ucap
Tanda ucap atau (discourse marker) juga menjadi sebab terjadinya alih kode.
Ada banyak tanda ucap yang mempengaruhi seorang pembicara dalam alih
kode. Kita sering mendengar kata : kok, lho, to, kan, anu, lah, lho dan
sebagainya, yang diucapkan oleh seorang bilingualis Jawa-Indonesia.15
b. Klasifikasi Kontekstual
Sedangkan pada klasifikasi kontekstual berdasarkan pada alasan kenapa
seseorang melakukan alih kode atau pada tataran sosiolinguistik-nya. Klasifikasi
ini memiliki dua tipe, yaitu: alih kode situasional dan metaporal.
1) Alih Kode Situasional.
Alih kode situasional terjadi ketika terjadi perubahan situasi yang
menyebabkan seorang bilingual mengganti suatu kode ke kode lain. perubahan
situasi ini bisa saja berhubungan dengan seting, topik, partisipator, atau norma
dalam sebuah interaksi.16
a) Seting
Seting bisa terdiri dari waktu, tempat dan situasi dimana terjadinya sebuah
percakapan. Sebagai contoh adalah situasi perkumpulan keluarga, sarapan,
pengajaran perkuliahan, peribadahan dll. Seringkali terjadi bahwa seting fisik
mempengaruhi alih kode dengan menggunakan kode yang berbeda meskipun
terjadi pada orang dan tujuan yang sama. Sebagai contoh adalah kata-kata
salam atau sapaan yang berbeda-beda ketika di dalam kantor dan diluar
15 Djoko Susanto, Ibid., hal. 57-58.
16 Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistic the Study os Societie’s Languages, hal. 78.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 194
kantor, atau di dalam masjid dan sebagainya. Begitu juga dengan dialek-dialek
yang berbeda diantara satu dan tempat yang lain.
b) Topik
Topik bisa juga menjadi penyebab terjadinya alih kode. Pada indifidu-indifidu
bilingual seringkali terjadi peralihan kode ketika mereka membahas topik-
topik tertentu, karena mereka merasa lebih nyaman ketika menggunakan
bahasa tertentu dalam topik itu. Bisa jadi hal ini terjadi karena topik yang
sedang dibahas akan lebih lancar jika menggunakan bahasa tertentu,
sedangkan bahasa yang lain memiliki kosakata yang sedikit, dan kurang tepat
jika digunakan dalam pembahasan topik, atau dianggap aneh atau kurang tepat
jika menggunaka bahasa tertentu.
c) Partisipator
Partisipator bisa diartikan sebagai pembicara atau pendengar atau pengirim
dan penerima pesan. Alih kode dalam hal ini bisa terjadi karena faktor kondisi,
kelas sosial, setatus dan peran partisipator.17
Dalam contoh dibawah menjelaskan bagaimana alih kode terjadi dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris karena kehadiran seorang dari Inggris
(partisipator).
Agus : Menurutku, semuanya karena mereka tidak tahu persis
artinya De...
Mark : Hi, Agustus
Agus : Hi, how are you Mark? Mark, this is Made, our friend
from Mataram.
17 Djoko Susanto, Codeswitching in Indonesian Islamic Religious Discourse, hal. 66.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Secure Best Marks with AI Grader

Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 195
Made : Nice to meet you, Mark
Mark : Nice to meet you too, what are you two talking about?
Agus : Nah, ini dia kita bisa...Mark, can you help us? 18
2) Alih Kode Metaporal.
Alih kode metaporal terjadi ketika terjadi perubahan pada persepsi, atau
tujuan, atau topik dari percakapan. Contoh dibawah menjelaskan bagaimana
beberapa pelajar Indonesia dengan tujuan bercanda, meng-alih kode dari bahasa
Inggris ke bahasa Indonesia untuk tujuan bercanda. Contoh :
Made : We want to take it, to where.....ya, itu tempat kita biasa mancing
(fishing), and we are drinking, singing, having fun, ok.
Ali : And, there we are surfing, swimming...terus, kita jadi pusing-
pusing (feeling dizzy) dah...ha....ha..ha
Made : Are you joining, Jim?
Jim : Okay, then
Contoh Peristiwa Alih Kode
1. Peristiwa Alih Kode di Ponorogo
Pada contoh berikut adalah peristiwa alih kode yang terjadi di Ponorogo,
yaitu pada acara akad nikah Nur Widiarto dan Leli Tri jl. Batoro Katong,
Cokromenggalan, Ponorogo, pada hari jum’at legi 27 juni 2008.
Pada proses acara akad nikah ini bapak Naib sebagai pemimpin upacara
memulai proses akad nikah dengan mengucapkan salam (السالم عليكم ورحمة الله
وبركاته), dan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan menggunakan bahasa jawa
18 Djoko Susanto, Ibid., hal. 78.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 196
halus (“sedoyo pujo lan puji kagem Gusti Allah ingkang paring rahmat lan
kewarasan....”).
Pembukaan dengan bahasa jawa halus ini berlangsung cukup lama hingga
terjadi peristiwa peralihan bahasa menjadi bahasa Indonesia ketika bapak Naib
membacakan item-item yang tertera pada blangko untuk diisi oleh kedua
mempelai. Disini terjadi peristiwa alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa
Indonesia dikarenakan terjadinya “kutipan” karena bapak naib membacaan
blangko untuk diisi oleh calon pengantin (“status perkawinan? Perjaka......dst”).
Sesaat kemudian terjadi peralihan menjadi bahasa Jawa lagi karena bapak
naib terlihat sedang melontarkan beberapa guyonan untuk mencairkan suasana.
Lalu naib kembali menggunakan bahasa Indonesia untuk melakukan pendataan
lebih lanjut mengenai biodata, dan hal yang berhubungan dengan mas kawin.
Proses dilanjutkan dengan bertanya kepada keluarga kedua pengantin
untuk menggali informasi lebih lanjut dengan menggunakan bahasa Jawa halus.
Setelah itu dilanjutkan dengan ceramah yang menggunakan bahasa Indonesia
yang sesekali bercampur dengan bahasa Jawa.
Kemudian akad nikah diawali dengan pembukaan dengan menggunakan
bahasa Jawa Halus. Dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat al-quran, dan
bacaan-bacaaan doa dan dzikir. Lalu naib mengucapkan ijab kabul dengan bahasa
Arab, lalu diterjemahkan dengan bahasa Indonesia. Setelah dibacakan doa untuk
kedua mempelai lalu naib mengumumkan kepada para saksi dan hadirin bahwa
kedua mempelai telah sah menjadi suami istri dengan menggunakan bahasa
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 197
Indonesia. Lalu dilanjutkan dengan beberapa nasehat untuk kedua mempelai
dengan bahasa Indonesia yang kemudian sesekali bercampur dengan bahasa Jawa.
Melihat contoh prosesi akad nikah diatas dapat kita saksikan bahwa
peristiwa alih kode menjadi suatu hal yang tak mungkin lagi dihindari.
Dikarenakan banyak hal yang memang mengharuskan keberadaanya. Jika kita
saksikan beberapa teori mengenai munculnya peristiwa alih kode maka secara
singkat dapat kita tarik kesimpulan bahwa alih kode terjadi karena mengutip
perkataan seseorang, menegaskan identitas atau solidaritas sebuah kelompok,
memasukkan atau mengeluarkan seseorang pada sebuah percakapan,
meningkatkan setatus, dan menunjukkan kemahiran dalam berbahasa.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya alih kode adalah sebagai berikut:
a. Pembicara/penutur.
b. Pendengar/lawan tutur.
c. Perubahan situasi.
d. Perubahan dari formal ke informal/sebaliknya.
e. Perubahan topik pembicaraan.19
2. Peristiwa Alih Kode di Banjarmasin
Penggunaan bahasa terjadi dalam ranah-ranah sosial yang bermacam-
macam. Ranah perdagangan (jual-beli), misalnya, memiliki kekhususan tersendiri.
Penggunaan bahasa dalam ranah jual-beli, misalnya, di lokasi pasar, khususnya
pasar tradisional, akan berbeda dengan penggunaan bahasa pada ranah-ranah yang
19 Aslinda dan Leni Syafana, Pengantar Sosiolinguistik, hal. 85.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Paraphrase This Document

Need a fresh take? Get an instant paraphrase of this document with our AI Paraphraser
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 198
lain: misalnya, di pemerintahan, sekolah, tempat ibadah. Perbedaan-perbedaan
yang akan muncul antara lain dalam hal ragam bahasa, sikap atau perilaku
penutur, faktor-faktor sosial-budaya yang melatarbelakangi penggunaan bahasa.
Disini penulis meneliti tentang peristiwa alih kode yang terjadi di pasar terpung,
sebelum memasuki pembahasan kami ingin bercerita sedikit tentang pasar
terapung yang berada di Banjarmasin.
Di Banjarmasin dan sekitarnya, hanya ada dua pasar terapung yang sangat
terkenal, yakni: pasar terapung di Kuin Banjarmasin dan pasar terapung di Lok
Baintan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Pasar Terapung adalah
sebuah pasar tradisional yang seluruh aktivitasnya dilakukan di atas air dengan
menggunakan perahu. Suasana pasar terapung yang unik dan khas adalah
berdesak-desakan antara perahu besar dan kecil saling mencari pembeli dan
penjual yang selalu berseliweran kian kemari dan selalu oleng dimainkan
gelombang sungai. Kebanyakan para pedagang adalah wanita. Menariknya, di
Pasar terapung ini juga masih berlaku barter antar pedagang. Tak ada organisasi
pedagang sehingga jumlah mereka yang berjualan tak terhitung. Mereka datang
untuk berjualan, dan bubar dengan sendirinya ketika matahari pagi mulai terik.
Pasar terapung tidak memiliki organisasi seperti pada pasar di daratan,
sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian
pedagang berdasarkan barang dagangan. Pasar ini unik karena selain transaksi
dilakukan di atas perahu, pedagang dan pembelinya juga tidak terpaku di suatu
tempat, tetapi terus bergerak mengikuti arus sungai. Keunikan ini membuat pasar
terapung ini disebut sebagai Pasar Balarut.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 199
Sarana yang digunakan untuk mengapungkan para penjual dan pembeli
berikut dengan barang dagangan adalah jukung dan kelotok. Jukung adalah sejenis
perahu kecil tanpa mesin; sedangkan kelotok adalah sejenis perahu yang lebih
besar daripada jukung, yang digerakkan dengan mesin.
Lokasi Pasar Terapung Lok Baintan semula ditentukan berdasarkan pada
kesepakatan pada pedagang dan kemudian ditetapkan oleh pemerintah setempat
sebagai pasar terapung dan sekaligus sebagai salah satu tujuan wisata. Sebagai
tujuan wisata yang hingga sekarang populer sampai ke mancanegara, pasar
terapung ini diberi dua nama: Pasar Terapung Lok Baintan dan Lok Baintan
Floating Market. Demikian juga nama-nama tempat/sarana penting lain di
sekitarnya, seperti nama jembatan: Jembatan Penyeberangan Lok Baintan dan Lok
Baintan Hanging Bridge; nama pelabuhan: Pelabuhan Lok Baintan dan Lok
Baintan Port.
Ditinjau dari aspek sosial-budaya, penamaan tempat/lokasi pasar terapung
dengan bahasa Inggris menunjukkan bahwa tempat/lokasi pasar terapung Lok
Baintan merupakan tujuan wisata yang populer sampai ke mancanegara. Terbukti,
pada saat penulis melakukan pengamatan di lokasi pasar itu, tampak hadir
pengunjung dari luar negeri.
Bahasa-bahasa yang digunakan di lokasi pasar terapung Lok Baintan
adalah:
a. Bahasa Banjar
b. Bahasa Indonesia
c. Bahasa Jawa
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 200
d. Bahasa lain
Penggunaan bahasa dalam suatu tindak berbahasa dipengaruhi oleh
sejumlah faktor. Mengacu pada pendapat Fishman “Who speaks, what language,
to whom, when and where” Fishman, 1972:244), penggunaan bahasa dipengaruhi
oleh siapa yang bertutur, bahasa apa yang digunakan, kepada siapa tuturan itu
disampaikan, kapan dan di mana tindak tutura itu terjadi.
Bahasa Banjar adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia yang
masih hidup dan berkembang, serta dipelihara dengan baik oleh masyarakat
penuturnya, yaitu masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, dan sejumlah daerah di Sumatera. Bahasa Banjar sebagai
bahasa ibu dipakai secara luas dalam berbagai kehidupan masyarakat Banjar,
seperti dalam kehidupan berumah tangga, sekolah, dan masyarakat, serta tempat-
tempat perdagangan, seperti pasar tradisional termasuk pasar terapung.
Penutur bahasa yang datang ke lokasi pasar terapung Lok Baintan adalah
para pedagang (penduduk di sekitar lokasi pasar terapung), pengunjung
(penduduk di sekitar pasar terapung dan wisatawan lokal/mancanegara). Para
pedagang umumnya beretnis Banjar dan sebagian etnis lain (Jawa). Pedagang
beretnis Banjar terbagi atas dua kelompok penutur, yakni: penutur Bahasa Banjar
Hulu dan penutur Bahasa Banjar Kuala. Umumnya pedagang berasal dari
kelompok penutur Bahasa Banjar Kuala; sebagian kecil penutur berasal dari
kelompok penutur Bahasa Banjar Hulu. Penutur Bahasa Banjar Kuala sangat
dominan karena lokasi pasar terapung adalah di kawasan Banjar Kuala.
tabler-icon-diamond-filled.svg

Secure Best Marks with AI Grader

Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 201
Para pedagang yang umumnya penutur asli Bahasa Banjar menggunakan
Bahasa Banjar ketika melakukan interaksi dan transaksi dengan pengunjung pasar.
Bila lawan tuturnya memahami Bahasa Banjar, maka penggunaan Bahasa Banjar
berlanjut hingga selesainya transaksi jual-belinya. Namun, bila lawan tuturnya
kurang/tidak memahami tuturannya dalam Bahasa Banjar, maka ia mencoba untuk
menggunakan bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya. Terjadilah fenomena
alih-kode, yang penyebabnya adalah lawan tutur (to whom).
Bahasa Indonesia umumnya digunakan oleh para pengunjung pasar non-
etnis Banjar. Mereka mungkin saja berasal dari etnis Jawa, Bagis-Makassar yang
menetap di kawasan Banjarmasin atau para wisatawan yang luar Provinsi
Kalimantan Selatan. Orang asing pun juga menggunakan Bahasa Indonesia ketika
melakukan transaksi. Karena komunikasi orang asing dan para pedagang
terkendala bahasa, maka pendampingnya akan membantu agar transaksi berjalan
sebagaimana mestinya.
Pengunjung non-penutur Bahasa Banjar tanpa pendamping penutur asli
Bahasa Banjar, melakukan transaksi dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Misalnya, calon pembeli bertanya: “Bu, jeruknya sebiji berapa?”. Mengetahui
bahwa lawan tuturnya menggunakan Bahasa Indonesia, sang pedagang melakukan
alih-kode dari Bahasa Banjar ke Bahasa Indonesia, dengan menjawab : “Setengah
dua ribu”. Calon pembeli tidak memahami tuturan sang penjual. Sang calon
pembeli bertanya : “Setengah dua ribu itu berapa?”. Penjual menjawab : “Seribu
Lima Ratus”.
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 202
Bila diperlukan, ia menjelaskan mengenai sejumlah hal terkait barang-
barang khas daerah. Pedagang yang berhadapan dengan pengunjung dari luar,
memerlukan waktu cukup lama untuk dapat meyakinkan calon pembelinya agar
segera membeli barang-barang yang ditawarkannya.
Contoh lain:
Pembeli 1 : “Bawa apa haja cil? (bawa apa aja bu?)
Penjual : Macam-macam ai, ada limau, ada hintalu, ada pucuk
gumbili….(macam-macam ada jeruk, ada telor, ada
pucuk singkong)
Pembeli 1 : Limau barapa sapuluh? (jeruk berapa sepuluh?)
Penjual : Dua ribu sapuluh ding ai. (dua ribu sepuluh dek)
Pembeli 2 : Bu saya mau beli jeruk, boleh dicoba tidak?
Penjual : Iya boleh, ini silakan coba, jeruknya manis lho.
Dalam peristiwa tutur terjadi peristiwa alih kode dari bahasa banjar ke
bahasa Indonesia, yang pertama pembeli 1 berinteraksi dengan penjual dengan
bahasa banjar, kemudian datang pembeli 2 mengawali tuturan dengan kode bahasa
Indonesia ‘Bu saya mau beli jeruk, boleh dicoba tidak?’ dan penjual merespon
‘iya boleh, ini silakan coba, jeruknya manis lho’.
Penutup
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 203
Pada peristiwa alih kode ini paling tidak, dapat diklasifikasikan menjadi
dua klasifikasi secara umum yaitu secara gramatikal dan konteks. Dalam
klasifikasi gramatikal ini berdasarkan pada letak peralihan kode dalam kalimat
atau ucapan, sedangkan klasifikasi berdasarkan konteks berdasarkan kepada
alasan kenapa terjadi peralihan kode.
Ada beberapa alasan kenapa seseorang melakukan alih kode diantaranya:
mengutip perkataan seseorang, menegaskan identitas atau solidaritas sebuah
kelompok, memasukkan atau mengeluarkan seseorang pada sebuah percakapan,
meningkatkan setatus, dan menunjukkan kemahiran dalam berbahasa.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya alih kode adalah sebagai berikut:
1. Pembicara/penutur.
2. Pendengar/lawan tutur.
3. Perubahan situasi.
4. Perubahan dari formal ke informal/sebaliknya.
5. Perubahan topik pembicaraan.
Daftar Pustaka
tabler-icon-diamond-filled.svg

Paraphrase This Document

Need a fresh take? Get an instant paraphrase of this document with our AI Paraphraser
Document Page
Billingualisme dan Alih Kode 204
Aslinda dan Leni Syafana. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bogor: Refika
Afitama.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1995. Sosiolinguistik; Sajian, Tujuan, Pendekatan dan
Problem. Surabaya: Usaha Nasional.
Jendra, Made Iwan Indrawan. 2010. Sosiolinguistics the Study of Societies’
Languages. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, Kunjana. 2010. Kajian Sosiolinguistik. Bogor: Ghalia Indonesia.
______________. 2010. Sosiolinguistik; Kode dan Alih Kode. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, Djoko. 2008. Codeswitching in Indonesian Islamic Religious Discourse.
Malang: UIN Malang Press.
http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html
http://marcopangngewa.blogspot.com/2012/01/alih-kode-dan-campur-kode.html
chevron_up_icon
1 out of 20
circle_padding
hide_on_mobile
zoom_out_icon
logo.png

Your All-in-One AI-Powered Toolkit for Academic Success.

Available 24*7 on WhatsApp / Email

[object Object]