Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China
VerifiedAdded on 2021/08/06
|15
|4083
|297
AI Summary
SM Entertainment menggunakan Strategi New Culture Technology untuk memperluas pasar global dan menyebarluaskan pengaruh K-Pop di China. Penelitian ini menggunakan teori Neoliberalisme dan Cultural Diplomacy sebagai acuan analisis.
Contribute Materials
Your contribution can guide someone’s learning journey. Share your
documents today.
Cultural Diplomacy: Strategi New Culture Technology SM
Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China
Diplomasi A
Dosen: Sukawarsini Djelantik
Regina Mayvia Pramesty
6091901287
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
KOTA BANDUNG
2021
Entertainment sebagai Diplomasi Budaya di China
Diplomasi A
Dosen: Sukawarsini Djelantik
Regina Mayvia Pramesty
6091901287
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
KOTA BANDUNG
2021
Secure Best Marks with AI Grader
Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
ABSTRAK
Kehadiran diplomasi budaya telah memberikan kesempatan bagi Korea Selatan untuk
menggunakan penyebaran Korean Wave atau Hallyu sebagai instrumen diplomasi. Kesuksesan
Hallyu pada tahun 1990-an mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap
promosi Hallyu khususnya di bidang “K-Pop”. Aktivitas diplomasi budaya semakin dilakukan
aktor negara maupun swasta dalam rangka mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Selaku
aktor swasta, SM Entertainment ikut berkontribusi dalam aktivitas diplomasi budaya. Kesamaan
tujuan dari pemerintah dan SM Entertainment untuk memaksimalkan potensi nilai budaya
sebagai investasi ekonomi akhirnya mendorong SM untuk menginovasikan berbagai strategi
untuk memperluas pasar. Strategi New Culture Technology diluncurkan oleh SM Entertainment
untuk menyebarluaskan pengaruh “K-Pop” secara global. Strategi ini membawa SM
Entertainment membentuk boygrup “WayV” sebagai grup basis China untuk menargetkan pasar
audiens China dan mencairkan ketegangan akibat kebijakan THAAD. Penulis akan
menggunakan teori Neoliberalisme dan konsep Cultural Diplomacy sebagai acuan analisis. Hasil
penelitian ini menghasilkan pemahaman bahwa implementasi strategi New Culture Technology
di pasar China telah berhasil menjadikan SM Entertainment selaku non-state actor dapat
berkontribusi dalam diplomasi budaya
Pendahuluan
Secara praktik, diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam cakupan
Hubungan Internasional sebagai instrumen negara untuk mencapai kepentingan nasional.
Kebijakan luar negeri pada suatu negara pasti akan meliputi aktivitas diplomasi. Menurut
Sukawarsini Djelantik, dalam bukunya yang berjudul “Diplomasi antara Teori dan Praktik”—
diplomasi merepresentasikan tekanan politik, ekonomi, dan militer kepada negara-negara yang
terlibat dalam aktivitas diplomasi.1 Negara yang terlibat dituntut untuk melakukan pertukaran
permintaan dan konsesi antara para pelaku negosiasi.2 Seiring dengan perkembangan zaman,
karakteristik diplomasi pun mengalami perubahan konsep yang diadaptasikan dengan perubahan
dunia internasional. Mulai dari old diplomacy yang hanya melibatkan aktor pemerintah, tanpa
melibatkan publik sehingga aktivitas diplomasi seringkali dipahami sebagai rahasia pemerintah
yang tidak diketahui oleh publik.3 Kemudian, dengan kehadiran dunia digital telah membawa
perubahan ke dalam aktivitas diplomasi, sehingga old diplomacy beranjak ke arah new
diplomacy.
New diplomacy ditandai oleh pidato fourteen points Woodrow Wilson yang menyatakan
bahwa diplomasi harus bersifat demokratis. Konsep new diplomacy ini sangat luas ke ranah
1 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 2
2 Ibid.
3 B. H. Summer, “The Secret Franco-Russian Treaty of 3 March 1859,” The English Historical Review 48, no. 189
(1933), 65. https://www.jstor.org/stable/552885?seq=1
Kehadiran diplomasi budaya telah memberikan kesempatan bagi Korea Selatan untuk
menggunakan penyebaran Korean Wave atau Hallyu sebagai instrumen diplomasi. Kesuksesan
Hallyu pada tahun 1990-an mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap
promosi Hallyu khususnya di bidang “K-Pop”. Aktivitas diplomasi budaya semakin dilakukan
aktor negara maupun swasta dalam rangka mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Selaku
aktor swasta, SM Entertainment ikut berkontribusi dalam aktivitas diplomasi budaya. Kesamaan
tujuan dari pemerintah dan SM Entertainment untuk memaksimalkan potensi nilai budaya
sebagai investasi ekonomi akhirnya mendorong SM untuk menginovasikan berbagai strategi
untuk memperluas pasar. Strategi New Culture Technology diluncurkan oleh SM Entertainment
untuk menyebarluaskan pengaruh “K-Pop” secara global. Strategi ini membawa SM
Entertainment membentuk boygrup “WayV” sebagai grup basis China untuk menargetkan pasar
audiens China dan mencairkan ketegangan akibat kebijakan THAAD. Penulis akan
menggunakan teori Neoliberalisme dan konsep Cultural Diplomacy sebagai acuan analisis. Hasil
penelitian ini menghasilkan pemahaman bahwa implementasi strategi New Culture Technology
di pasar China telah berhasil menjadikan SM Entertainment selaku non-state actor dapat
berkontribusi dalam diplomasi budaya
Pendahuluan
Secara praktik, diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam cakupan
Hubungan Internasional sebagai instrumen negara untuk mencapai kepentingan nasional.
Kebijakan luar negeri pada suatu negara pasti akan meliputi aktivitas diplomasi. Menurut
Sukawarsini Djelantik, dalam bukunya yang berjudul “Diplomasi antara Teori dan Praktik”—
diplomasi merepresentasikan tekanan politik, ekonomi, dan militer kepada negara-negara yang
terlibat dalam aktivitas diplomasi.1 Negara yang terlibat dituntut untuk melakukan pertukaran
permintaan dan konsesi antara para pelaku negosiasi.2 Seiring dengan perkembangan zaman,
karakteristik diplomasi pun mengalami perubahan konsep yang diadaptasikan dengan perubahan
dunia internasional. Mulai dari old diplomacy yang hanya melibatkan aktor pemerintah, tanpa
melibatkan publik sehingga aktivitas diplomasi seringkali dipahami sebagai rahasia pemerintah
yang tidak diketahui oleh publik.3 Kemudian, dengan kehadiran dunia digital telah membawa
perubahan ke dalam aktivitas diplomasi, sehingga old diplomacy beranjak ke arah new
diplomacy.
New diplomacy ditandai oleh pidato fourteen points Woodrow Wilson yang menyatakan
bahwa diplomasi harus bersifat demokratis. Konsep new diplomacy ini sangat luas ke ranah
1 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 2
2 Ibid.
3 B. H. Summer, “The Secret Franco-Russian Treaty of 3 March 1859,” The English Historical Review 48, no. 189
(1933), 65. https://www.jstor.org/stable/552885?seq=1
global, sehingga negara memiliki akses untuk melakukan diplomasi secara multilateral.4 Fokus
utama isu dalam new diplomacy juga semakin meluas. New diplomacy membahas isu global—
pemanasan global, kemanusiaan, perubahan iklim, bahkan budaya. Peran publik juga ikut
dilibatkan dalam proses diplomasi. Sehingga dapat dikatakan dalam aktivitas new diplomacy,
peran diplomat dan duta besar semakin minim. Selain bertambahnya keterlibatan aktor,
penggunaan instrumen yang digunakan aktor pun semakin bervariasi. Dalam era old diplomacy,
negara melihat kekuatan ekonomi dan militer sebagai aspek utama untuk meningkatkan
kekuatannya dalam aktivitas diplomasi. Pada saat ini, new diplomacy tidak hanya sebatas pada
politik dan ekonomi. Instrumen-instrumen yang dapat digunakan negara adalah ekonomi,
teknologi dan informasi digital, dan kebudayaan.
Diplomasi budaya, sebagaimana disebutkan oleh Milton Hummings, 2013, adalah
pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek budaya antara bangsa dan masyarakat untuk
membentuk suatu mutual understanding.5 Dalam hal ini, negara akan memperjuangkan
kepentingan nasional melalui dimensi budaya, baik secara mikro seperti melalui pendidikan,
kesenian, atau secara makro misalnya seperti propaganda tanpa adanya campur tangan politik,
ekonomi, atau militer. Dalam aktivitas diplomasi, dapat ditemukan unsur soft power, branding,
propaganda, atau publik.6 Diplomasi budaya terletak pada soft power sehingga prosesnya
didasarkan oleh minat melainkan suatu paksaan. Diplomasi budaya memiliki hubungan yang erat
dengan diplomasi publik. Banyak kesamaan pendekatan konsep diantara keduanya. Sehingga,
sering terjadi tumpang tindih. Keduanya sama-sama menargetkan audiens luar sebagai upaya
diplomatik. Namun, diplomasi publik cenderung bersifat sepihak (unilateral), sementara
diplomasi budaya menggunakan pendekatan bilateral atau multilateral.7
Aktor yang terlibat dalam diplomasi budaya adalah pemerintah, organisasi non-
pemerintah, masyarakat publik, dan individu. Tujuan utama diplomasi budaya adalah
mempengaruhi opini publik yang secara langsung akan mempengaruhi suatu perilaku dari
komunitas negara lain. Sehingga karakteristik dari pola komunikasi lebih ditekankan pada
diplomasi budaya. Hal ini dilakukan untuk memahami perspektif masyarakat negara lain dan
menerima perbedaan.
4 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 58.
5 Andrew F. Cooper, Jorge Heine, Ramesh Thakur, The Oxford Handbook of Modern Diplomacy (OUP Oxford,
2013), 2
6 Ibid, 3
7 Ibid.
utama isu dalam new diplomacy juga semakin meluas. New diplomacy membahas isu global—
pemanasan global, kemanusiaan, perubahan iklim, bahkan budaya. Peran publik juga ikut
dilibatkan dalam proses diplomasi. Sehingga dapat dikatakan dalam aktivitas new diplomacy,
peran diplomat dan duta besar semakin minim. Selain bertambahnya keterlibatan aktor,
penggunaan instrumen yang digunakan aktor pun semakin bervariasi. Dalam era old diplomacy,
negara melihat kekuatan ekonomi dan militer sebagai aspek utama untuk meningkatkan
kekuatannya dalam aktivitas diplomasi. Pada saat ini, new diplomacy tidak hanya sebatas pada
politik dan ekonomi. Instrumen-instrumen yang dapat digunakan negara adalah ekonomi,
teknologi dan informasi digital, dan kebudayaan.
Diplomasi budaya, sebagaimana disebutkan oleh Milton Hummings, 2013, adalah
pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek budaya antara bangsa dan masyarakat untuk
membentuk suatu mutual understanding.5 Dalam hal ini, negara akan memperjuangkan
kepentingan nasional melalui dimensi budaya, baik secara mikro seperti melalui pendidikan,
kesenian, atau secara makro misalnya seperti propaganda tanpa adanya campur tangan politik,
ekonomi, atau militer. Dalam aktivitas diplomasi, dapat ditemukan unsur soft power, branding,
propaganda, atau publik.6 Diplomasi budaya terletak pada soft power sehingga prosesnya
didasarkan oleh minat melainkan suatu paksaan. Diplomasi budaya memiliki hubungan yang erat
dengan diplomasi publik. Banyak kesamaan pendekatan konsep diantara keduanya. Sehingga,
sering terjadi tumpang tindih. Keduanya sama-sama menargetkan audiens luar sebagai upaya
diplomatik. Namun, diplomasi publik cenderung bersifat sepihak (unilateral), sementara
diplomasi budaya menggunakan pendekatan bilateral atau multilateral.7
Aktor yang terlibat dalam diplomasi budaya adalah pemerintah, organisasi non-
pemerintah, masyarakat publik, dan individu. Tujuan utama diplomasi budaya adalah
mempengaruhi opini publik yang secara langsung akan mempengaruhi suatu perilaku dari
komunitas negara lain. Sehingga karakteristik dari pola komunikasi lebih ditekankan pada
diplomasi budaya. Hal ini dilakukan untuk memahami perspektif masyarakat negara lain dan
menerima perbedaan.
4 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 58.
5 Andrew F. Cooper, Jorge Heine, Ramesh Thakur, The Oxford Handbook of Modern Diplomacy (OUP Oxford,
2013), 2
6 Ibid, 3
7 Ibid.
Istilah ‘Korean Wave — Hallyu’ dimulai di kawasan Asia Timur pada tahun 1990-an,
istilah ‘Hallyu’ adalah budaya populer massal Korea Selatan yang tengah berkembang menjadi
budaya global.8 Diawali dengan popularitas ‘K-Pop’ sebagai perpaduan genre musik Barat
dengan sentuhan budaya Korea. Keberhasilan Korea Selatan dalam menyebarkan budaya ke
lingkup global, telah menjadikan mereka sebagai salah satu negara yang berhasil menjalankan
diplomasi budaya. Mulai dari keberhasilan tersebut, pemerintah Korea Selatan mulai
memanfaatkan peluang K-Pop sebagai alat diplomasi untuk meningkatkan perekonomian.
Meluasnya fenomena K-Pop merupakan wujud investasi ekonomi pemerintah Korea
Selatan. Hal ini terlihat pada kontribusi Korean Wave yang meningkatkan angka pariwisata
sebanyak 30% dengan total 997,3 milliar won. Begitu pun juga dengan perusahaan hiburan
seperti SM, JYP, dan YG Entertainment—atau “Big 3” industri hiburan Korea Selatan yang
kekayaan perusahaannya senilai USD 772 juta, USD 516 juta, dan USD 498 pada tahun 2018.9
SM Entertainment sebagai perusahaan hiburan multinasional di Korea Selatan ikut
berpartisipasi sebagai aktor dalam diplomasi budaya. Hampir tiga dekade sejak CEO Lee Soo
Man mendirikan SM Entertainment, tentunya kesuksesan yang telah dicapai tidak terlepas dari
strategi diplomasi budaya yang telah mereka terapkan.10 Melalui strategi bisnis “New Culture
Technology” sebagai upaya memperluas pasar global, SM Entertainment sebagai non-state actor
berhasil melakukan diplomasi budaya di negara-negara lain seperti AS, Jepang, Indonesia,
Thailand, dan Tiongkok.
Secara spesifik, SM Entertainment menjadikan negara Tiongkok sebagai fokus utama
dalam strategi New Culture Technology melalui pembentukkan boygrup “WayV”. Upaya ini
dilakukan guna menyebarkan budaya populer “K-Pop” yang diadaptasikan dengan budaya
Tiongkok. Maka, pertanyaan penelitian dalam penulisan akademik ini adalah: “Bagaimana
Strategi New Culture Technology SM Entertainment dilakukan sebagai alat Diplomasi
Budaya di C?”. Melalui teori Neoliberalisme dan Cultural Diplomacy, penulis mendeskripsikan
tentang bagaimana SM Entertainment sebagai non-state actor dan multinational company
(MNC) dapat berpartisipasi dalam aktivitas diplomasi publik Korea Selatan dan Tiongkok.
Kerangka Teori
8 Mark Ravina, “Conceptualizing the Korean Wave,” Southeast Review of Asian Studies, 31 (2009): 3
9 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, page 2
10 Ibid.
istilah ‘Hallyu’ adalah budaya populer massal Korea Selatan yang tengah berkembang menjadi
budaya global.8 Diawali dengan popularitas ‘K-Pop’ sebagai perpaduan genre musik Barat
dengan sentuhan budaya Korea. Keberhasilan Korea Selatan dalam menyebarkan budaya ke
lingkup global, telah menjadikan mereka sebagai salah satu negara yang berhasil menjalankan
diplomasi budaya. Mulai dari keberhasilan tersebut, pemerintah Korea Selatan mulai
memanfaatkan peluang K-Pop sebagai alat diplomasi untuk meningkatkan perekonomian.
Meluasnya fenomena K-Pop merupakan wujud investasi ekonomi pemerintah Korea
Selatan. Hal ini terlihat pada kontribusi Korean Wave yang meningkatkan angka pariwisata
sebanyak 30% dengan total 997,3 milliar won. Begitu pun juga dengan perusahaan hiburan
seperti SM, JYP, dan YG Entertainment—atau “Big 3” industri hiburan Korea Selatan yang
kekayaan perusahaannya senilai USD 772 juta, USD 516 juta, dan USD 498 pada tahun 2018.9
SM Entertainment sebagai perusahaan hiburan multinasional di Korea Selatan ikut
berpartisipasi sebagai aktor dalam diplomasi budaya. Hampir tiga dekade sejak CEO Lee Soo
Man mendirikan SM Entertainment, tentunya kesuksesan yang telah dicapai tidak terlepas dari
strategi diplomasi budaya yang telah mereka terapkan.10 Melalui strategi bisnis “New Culture
Technology” sebagai upaya memperluas pasar global, SM Entertainment sebagai non-state actor
berhasil melakukan diplomasi budaya di negara-negara lain seperti AS, Jepang, Indonesia,
Thailand, dan Tiongkok.
Secara spesifik, SM Entertainment menjadikan negara Tiongkok sebagai fokus utama
dalam strategi New Culture Technology melalui pembentukkan boygrup “WayV”. Upaya ini
dilakukan guna menyebarkan budaya populer “K-Pop” yang diadaptasikan dengan budaya
Tiongkok. Maka, pertanyaan penelitian dalam penulisan akademik ini adalah: “Bagaimana
Strategi New Culture Technology SM Entertainment dilakukan sebagai alat Diplomasi
Budaya di C?”. Melalui teori Neoliberalisme dan Cultural Diplomacy, penulis mendeskripsikan
tentang bagaimana SM Entertainment sebagai non-state actor dan multinational company
(MNC) dapat berpartisipasi dalam aktivitas diplomasi publik Korea Selatan dan Tiongkok.
Kerangka Teori
8 Mark Ravina, “Conceptualizing the Korean Wave,” Southeast Review of Asian Studies, 31 (2009): 3
9 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, page 2
10 Ibid.
Paraphrase This Document
Need a fresh take? Get an instant paraphrase of this document with our AI Paraphraser
Neoliberalisme
Teori pertama yang akan digunakan sebagai acuan analisis yaitu teori Neoliberalisme.
Dikembangkan pada tahun 1950, teori Neoliberalisme tidak menyarankan pemikiran idealis.
Semenjak fokus isu Hubungan Internasional semakin kompleks, para ahli Liberal
mengembangkan pendekatan baru untuk menjelaskan fenomena dan isu Liberal yang tengah
terjadi.11 Para Neoliberalis menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat saling membutuhkan,
maka kerja sama dilihat sebagai hal yang biasa. Berbeda dengan Neorealis, Neoliberalisme
menekankan konsep-konsep rasionalitas dan mendukung partisipasi organisasi/institusi
internasional dalam politik internasional.12
Tidak hanya aktor negara, teori Neoliberalisme juga mendukung partisipasi non-state
actor seperti organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, perusahaan multinasional
(MNCs), rezim internasional, dan individu.13 Maka, terlihat bahwa fokus utama Neoliberalisme
adalah untuk membentuk kerja sama antara state dan non-state actor dalam sistem internasional
anarki.. Hal ini menjelaskan perilaku para Neoliberalis yang lebih menekankan peran non-state
actor daripada state. Pengaruh state masih ada, namun tidak terlalu signifikan sehingga terlihat
cukup minim.
Meskipun sama-sama mengakui sistem internasional anarki, teori Neoliberalisme lebih
berfokus kepada kerja sama ekonomi dan pasar global sebagai upaya untuk mencapai
kesejahteraan. Dengan kehadiran ekonomi sebagai faktor interdependensi, maka Neoliberalisme
melihat rezim ekonomi internasional sebagai sektor utama untuk menciptakan kerja sama
internasional. Hal demikian terjadi karena kepentingan ekonomi hampir semua negara, sehingga
konflik akan terhindari.
Dalam teori Neoliberalisme, kerja sama memiliki sifat luas—artinya cakupan isu dalam
kerja sama internasional tidak hanya membahas isu tradisional. Neoliberalis melihat kerja sama
sebagai solusi dalam sistem anarki. Maka, dengan terbentuknya kerja sama yang luas, hambatan-
hambatan akan semakin sedikit sehingga muncul interdependensi. Oleh karena itu, perlu ada
pembahasan lebih lanjut mengenai isu-isu low politics lainnya, sehingga kerja sama internasional
akan terbentuk.
11 Robert Jackson, and Georg Sorensen. Introduction to INTERNATIONAL RELATIONS Theories and Approaches.
5th ed. Oxford: Oxford University Press, 2013, 46.
12 Martin, Lisa L.. 2007. “Neoliberalism” in Tim Dunne, Milja Kurki, and Steve Smith (eds.) International
Relations Theories. Oxford University Press, pp. 109-126
13 Ibid, 47
Teori pertama yang akan digunakan sebagai acuan analisis yaitu teori Neoliberalisme.
Dikembangkan pada tahun 1950, teori Neoliberalisme tidak menyarankan pemikiran idealis.
Semenjak fokus isu Hubungan Internasional semakin kompleks, para ahli Liberal
mengembangkan pendekatan baru untuk menjelaskan fenomena dan isu Liberal yang tengah
terjadi.11 Para Neoliberalis menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat saling membutuhkan,
maka kerja sama dilihat sebagai hal yang biasa. Berbeda dengan Neorealis, Neoliberalisme
menekankan konsep-konsep rasionalitas dan mendukung partisipasi organisasi/institusi
internasional dalam politik internasional.12
Tidak hanya aktor negara, teori Neoliberalisme juga mendukung partisipasi non-state
actor seperti organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, perusahaan multinasional
(MNCs), rezim internasional, dan individu.13 Maka, terlihat bahwa fokus utama Neoliberalisme
adalah untuk membentuk kerja sama antara state dan non-state actor dalam sistem internasional
anarki.. Hal ini menjelaskan perilaku para Neoliberalis yang lebih menekankan peran non-state
actor daripada state. Pengaruh state masih ada, namun tidak terlalu signifikan sehingga terlihat
cukup minim.
Meskipun sama-sama mengakui sistem internasional anarki, teori Neoliberalisme lebih
berfokus kepada kerja sama ekonomi dan pasar global sebagai upaya untuk mencapai
kesejahteraan. Dengan kehadiran ekonomi sebagai faktor interdependensi, maka Neoliberalisme
melihat rezim ekonomi internasional sebagai sektor utama untuk menciptakan kerja sama
internasional. Hal demikian terjadi karena kepentingan ekonomi hampir semua negara, sehingga
konflik akan terhindari.
Dalam teori Neoliberalisme, kerja sama memiliki sifat luas—artinya cakupan isu dalam
kerja sama internasional tidak hanya membahas isu tradisional. Neoliberalis melihat kerja sama
sebagai solusi dalam sistem anarki. Maka, dengan terbentuknya kerja sama yang luas, hambatan-
hambatan akan semakin sedikit sehingga muncul interdependensi. Oleh karena itu, perlu ada
pembahasan lebih lanjut mengenai isu-isu low politics lainnya, sehingga kerja sama internasional
akan terbentuk.
11 Robert Jackson, and Georg Sorensen. Introduction to INTERNATIONAL RELATIONS Theories and Approaches.
5th ed. Oxford: Oxford University Press, 2013, 46.
12 Martin, Lisa L.. 2007. “Neoliberalism” in Tim Dunne, Milja Kurki, and Steve Smith (eds.) International
Relations Theories. Oxford University Press, pp. 109-126
13 Ibid, 47
Cultural Diplomacy
Sebagai acuan analisis, teori kedua yang akan digunakan adalah Diplomasi budaya
(cultural diplomacy). Dalam perkembangannya, konsep diplomasi budaya terus mengalami
perubahan karena praktiknya meluas. Praktik diplomasi budaya saat ini mengacu pada aktivitas
yang berkaitan dengan kerja sama budaya antara negara atau kelompok lainnya. Tidak berhenti
disitu, Milton Cummings mulai memperluas konsep diplomasi budaya yang didefinisikan
sebagai bentuk pertukaran berbagai ide-ide, informasi, seni, dan aspek budaya lainnya guna
menumbuhkan rasa saling mengerti (mutual understanding) antara satu sama lain.14 Diplomasi
budaya berguna untuk dalam suatu perbedaan dan membuka jalan komunikasi baru.
Disisi lain, menurut Erik Pajtinka, diplomasi budaya merupakan serangkaian kegiatan
kerja sama diplomatik suatu negara untuk memajukan kepentingan politik luar negeri negara.15
Aktivitas ini dilakukan dalam ranah budaya, dalam arti bahwa diplomasi budaya ini akan
melakukan pertukaran aspek budaya dengan aktor lain. Praktik diplomasi mencakup beberapa
kegiatan utama yaitu mendukung penyebaran budaya dan identitas nasional, mempromosikan
bahasa nasional, negosiasi perjanjian internasional terkait kerja sama budaya, dan
mempertahankan relasi dengan komunitas ekspatriat di negara penerima.
Diplomasi budaya memiliki banyak kesamaan dan tumpang tindih dengan diplomasi
publik. Masing-masing diplomasi menargetkan komunitas di luar negara. Menurut Departemen
Luar Negeri, diplomasi budaya adalah pintu utama diplomasi publik.16 Hal ini menjelaskan
bagaimana diplomasi budaya dikatakan sebagai bagian dari diplomasi publik. Melalui aktivitas
pertukaran budaya, secara tidak langsung akan terbentuk gagasan tentang identitas nasional itu
sendiri. Sehingga tercipta ‘foundation of trust’ atau kepercayaan terhadap orang lain sehingga
hubungan masyarakat akan terbentuk.17
14 Ien Anga , Yudhishthir Raj Isarab & Phillip Mar, “Cultural Diplomacy: Beyond the National Interest?,”
International Journal of Cultural Policy, 21, no.4 (2015),1, DOI: 10.1080/10286632.2015.1042474
15 Erik Pajtinka, “Cultural Diplomacy in Theory and Practice of Contemporary International Relations,” Politické
vedy/Political Sciences 17 (2014): 2-3
16 Andrew F. Cooper, Jorge Heine, Ramesh Thakur, The Oxford Handbook of Modern Diplomacy (OUP Oxford,
2013), 2
17 Ibid.
Sebagai acuan analisis, teori kedua yang akan digunakan adalah Diplomasi budaya
(cultural diplomacy). Dalam perkembangannya, konsep diplomasi budaya terus mengalami
perubahan karena praktiknya meluas. Praktik diplomasi budaya saat ini mengacu pada aktivitas
yang berkaitan dengan kerja sama budaya antara negara atau kelompok lainnya. Tidak berhenti
disitu, Milton Cummings mulai memperluas konsep diplomasi budaya yang didefinisikan
sebagai bentuk pertukaran berbagai ide-ide, informasi, seni, dan aspek budaya lainnya guna
menumbuhkan rasa saling mengerti (mutual understanding) antara satu sama lain.14 Diplomasi
budaya berguna untuk dalam suatu perbedaan dan membuka jalan komunikasi baru.
Disisi lain, menurut Erik Pajtinka, diplomasi budaya merupakan serangkaian kegiatan
kerja sama diplomatik suatu negara untuk memajukan kepentingan politik luar negeri negara.15
Aktivitas ini dilakukan dalam ranah budaya, dalam arti bahwa diplomasi budaya ini akan
melakukan pertukaran aspek budaya dengan aktor lain. Praktik diplomasi mencakup beberapa
kegiatan utama yaitu mendukung penyebaran budaya dan identitas nasional, mempromosikan
bahasa nasional, negosiasi perjanjian internasional terkait kerja sama budaya, dan
mempertahankan relasi dengan komunitas ekspatriat di negara penerima.
Diplomasi budaya memiliki banyak kesamaan dan tumpang tindih dengan diplomasi
publik. Masing-masing diplomasi menargetkan komunitas di luar negara. Menurut Departemen
Luar Negeri, diplomasi budaya adalah pintu utama diplomasi publik.16 Hal ini menjelaskan
bagaimana diplomasi budaya dikatakan sebagai bagian dari diplomasi publik. Melalui aktivitas
pertukaran budaya, secara tidak langsung akan terbentuk gagasan tentang identitas nasional itu
sendiri. Sehingga tercipta ‘foundation of trust’ atau kepercayaan terhadap orang lain sehingga
hubungan masyarakat akan terbentuk.17
14 Ien Anga , Yudhishthir Raj Isarab & Phillip Mar, “Cultural Diplomacy: Beyond the National Interest?,”
International Journal of Cultural Policy, 21, no.4 (2015),1, DOI: 10.1080/10286632.2015.1042474
15 Erik Pajtinka, “Cultural Diplomacy in Theory and Practice of Contemporary International Relations,” Politické
vedy/Political Sciences 17 (2014): 2-3
16 Andrew F. Cooper, Jorge Heine, Ramesh Thakur, The Oxford Handbook of Modern Diplomacy (OUP Oxford,
2013), 2
17 Ibid.
Analisis
Peran SM Entertainment dalam Korean Wave
Didirikan oleh Lee Sooman pada tahun 1995, SM Entertainment adalah perusahaan
hiburan multinasional yang bergerak dalam bidang industri kreatif. Secara umum, SM
Entertainment bertanggung jawab untuk mengembangkan budaya K-Pop dengan membentuk
bintang-bintang K-Pop dan komunitas atau fanbase internasional.18 Perusahaan ini bergerak
sebagai label rekaman, agen pencari bakat, manajemen acara, dan produksi konser dan musik.
Sebagai salah satu perusahaan hiburan bergengsi, SM Entertainment dikenal sebagai pelopor
utama budaya Hallyu — K-Pop (Korean Pop) sebagai genre baru dalam musik global, yang
diawali dengan kesuksesan debut dari boygrup H.O.T yang berhasil mencetak lebih dari 10 juta
penjualan album di Korea selama periode 1996-2001.19 Kalanya SM Entertainment mulai
menerapkan metode training system, yang akhirnya mendebutkan beberapa idol K-Pop yang
dibentuk melalui grup seperti TVXQ (2003), Super Junior (2005), Girls Generation (2007),
SHINee (2008), dan F(x) (2009).
Keberhasilan tersebut membawa pemerintah Korea Selatan mulai mengakui eksistensi
dari Korean Wave— atau “Hallyu”. Dimana Lee Sooman selaku founder telah sukses
mencetuskan hype K-Pop sebagai brand identity Korea Selatan. Sebagai bukti pengakuan
tersebut, pemerintah mulai meresmikan SM Entertainment sebagai salah satu perusahaan label
hiburan yang dituliskan di halaman website Kedutaan Besar Republik Korea.20 Hal ini dilakukan
sebagai dukungan pemerintah terhadap SM Entertainment untuk menyebarluaskan identitas
nasional Korea Selatan melalui budaya K-Pop.
Semenjak tahun 1990-an, pemerintah Korea Selatan mulai berfokus pada penerapan
teknologi budaya sebagai instrumen untuk mempromosikan Korean Wave. Dengan
menggunakan drama dan musik K-Pop sebagai produk ekspor untuk merepresentasikan citra
negara. Beberapa institusi pemerintah seperti Korean Culture and Information Service (KOCIS),
Korean Creative Agency (KOCCA), dan lainnya ikut mempromosikan K-Pop di skala
internasional. Contoh promosi yang dilakukan pemerintah berupa penggunaan artis SM
18 “The Big 3 of Korean Pop Music and Entertainment,” Donga, 6 Juni, 2019
https://www.donga.com/en/List/article/all/20110726/401789/1/The-big-3-of-Korean-pop-music-and-entertainment.
19 “After 20 Years, S.M. Entertainment to Expand Overseas Base,” KoreaTimes, December 7, 2015,
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2016/03/386_192565.html.
20 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, page 2
Peran SM Entertainment dalam Korean Wave
Didirikan oleh Lee Sooman pada tahun 1995, SM Entertainment adalah perusahaan
hiburan multinasional yang bergerak dalam bidang industri kreatif. Secara umum, SM
Entertainment bertanggung jawab untuk mengembangkan budaya K-Pop dengan membentuk
bintang-bintang K-Pop dan komunitas atau fanbase internasional.18 Perusahaan ini bergerak
sebagai label rekaman, agen pencari bakat, manajemen acara, dan produksi konser dan musik.
Sebagai salah satu perusahaan hiburan bergengsi, SM Entertainment dikenal sebagai pelopor
utama budaya Hallyu — K-Pop (Korean Pop) sebagai genre baru dalam musik global, yang
diawali dengan kesuksesan debut dari boygrup H.O.T yang berhasil mencetak lebih dari 10 juta
penjualan album di Korea selama periode 1996-2001.19 Kalanya SM Entertainment mulai
menerapkan metode training system, yang akhirnya mendebutkan beberapa idol K-Pop yang
dibentuk melalui grup seperti TVXQ (2003), Super Junior (2005), Girls Generation (2007),
SHINee (2008), dan F(x) (2009).
Keberhasilan tersebut membawa pemerintah Korea Selatan mulai mengakui eksistensi
dari Korean Wave— atau “Hallyu”. Dimana Lee Sooman selaku founder telah sukses
mencetuskan hype K-Pop sebagai brand identity Korea Selatan. Sebagai bukti pengakuan
tersebut, pemerintah mulai meresmikan SM Entertainment sebagai salah satu perusahaan label
hiburan yang dituliskan di halaman website Kedutaan Besar Republik Korea.20 Hal ini dilakukan
sebagai dukungan pemerintah terhadap SM Entertainment untuk menyebarluaskan identitas
nasional Korea Selatan melalui budaya K-Pop.
Semenjak tahun 1990-an, pemerintah Korea Selatan mulai berfokus pada penerapan
teknologi budaya sebagai instrumen untuk mempromosikan Korean Wave. Dengan
menggunakan drama dan musik K-Pop sebagai produk ekspor untuk merepresentasikan citra
negara. Beberapa institusi pemerintah seperti Korean Culture and Information Service (KOCIS),
Korean Creative Agency (KOCCA), dan lainnya ikut mempromosikan K-Pop di skala
internasional. Contoh promosi yang dilakukan pemerintah berupa penggunaan artis SM
18 “The Big 3 of Korean Pop Music and Entertainment,” Donga, 6 Juni, 2019
https://www.donga.com/en/List/article/all/20110726/401789/1/The-big-3-of-Korean-pop-music-and-entertainment.
19 “After 20 Years, S.M. Entertainment to Expand Overseas Base,” KoreaTimes, December 7, 2015,
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2016/03/386_192565.html.
20 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, page 2
Secure Best Marks with AI Grader
Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
Entertainment, misalnya Girls Generation sebagai Duta Pariwisata Korea Selatan, donasi
$100,000 USD ke Center Culturel Coreen Paris untuk meningkatkan kesadaran budaya Korea
kepada publik Prancis, kerja sama SM Entertainment dengan Korea Railroad Corporation dalam
mempromosikan pariwisata Hallyu.21
Pesona Hallyu yang mendunia berhasil membangkitkan Korea Selatan dari krisis
finansial 1998. Semenjak itu, pemerintah mulai menetapkan Korean Wave dalam agenda
kebijakan pemerintah sebagai upaya penyebarluasan produk Korea Selatan. Disamping
mencairkan hutang negara, Korean Wave juga telah membentuk citra negara yang sehingga
pemerintah mulai memperhatikan sektor ini.22 Dengan kesadaran akan potensi nilai-nilai budaya
nasional, pemerintahan Presiden Kim Young Sam (1993-1998), berupaya meningkatkan
persaingan bidang ekonomi dan budaya Korea Selatan ke taraf internasional.23 Hal ini didukung
dengan argumen bahwa eksistensi budaya mulai berperan penting dalam menentukan nasib
negara.
Sebagai dukungan dalam penyebarluasan budaya Hallyu, tentunya pemerintah akan
mendukung SM Entertainment sebagai salah satu pilar utama budaya populer K-Pop. SM
Entertainment membantu pemerintah menyebarkan gelombang kebudayaan ke dunia
internasional. Pemerintah memberikan saluran dana investasi kepada SM Entertainment sebagai
perusahaan yang bertanggung jawab dalam pembangunan industri kreatif negara. Hal ini
termasuk bentuk tindakan pemerintah dalam mendukung potensi industri kreatif sebagai ladang
investasi ekonomi.24 Contohnya seperti pada akhir periode 1980-an hingga 1990-an, terdapat
alokasi dana investasi pemerintah kepada SM Entertainment guna mendukung modernisasi
produksi musik dan konser di Korea Selatan.25
Strategi New Culture Technology (NCT)
Berawal dari istilah “Culture Technology” yang diperkenalkan Lee Sooman di tahun
1990-an, dengan kata kunci ‘interaktif’ untuk membangun komunikasi dan interaksi yang luas.
21 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, 5
22 Maharani Putri dan Sofia Trisni, “Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment melalui New Culture
Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan,” Padjadjaran Journal of International Relations (PADJIR) 3,
no.1 (2021): 79
23 Ibid.
24 Ibid.
25 Ibid.
$100,000 USD ke Center Culturel Coreen Paris untuk meningkatkan kesadaran budaya Korea
kepada publik Prancis, kerja sama SM Entertainment dengan Korea Railroad Corporation dalam
mempromosikan pariwisata Hallyu.21
Pesona Hallyu yang mendunia berhasil membangkitkan Korea Selatan dari krisis
finansial 1998. Semenjak itu, pemerintah mulai menetapkan Korean Wave dalam agenda
kebijakan pemerintah sebagai upaya penyebarluasan produk Korea Selatan. Disamping
mencairkan hutang negara, Korean Wave juga telah membentuk citra negara yang sehingga
pemerintah mulai memperhatikan sektor ini.22 Dengan kesadaran akan potensi nilai-nilai budaya
nasional, pemerintahan Presiden Kim Young Sam (1993-1998), berupaya meningkatkan
persaingan bidang ekonomi dan budaya Korea Selatan ke taraf internasional.23 Hal ini didukung
dengan argumen bahwa eksistensi budaya mulai berperan penting dalam menentukan nasib
negara.
Sebagai dukungan dalam penyebarluasan budaya Hallyu, tentunya pemerintah akan
mendukung SM Entertainment sebagai salah satu pilar utama budaya populer K-Pop. SM
Entertainment membantu pemerintah menyebarkan gelombang kebudayaan ke dunia
internasional. Pemerintah memberikan saluran dana investasi kepada SM Entertainment sebagai
perusahaan yang bertanggung jawab dalam pembangunan industri kreatif negara. Hal ini
termasuk bentuk tindakan pemerintah dalam mendukung potensi industri kreatif sebagai ladang
investasi ekonomi.24 Contohnya seperti pada akhir periode 1980-an hingga 1990-an, terdapat
alokasi dana investasi pemerintah kepada SM Entertainment guna mendukung modernisasi
produksi musik dan konser di Korea Selatan.25
Strategi New Culture Technology (NCT)
Berawal dari istilah “Culture Technology” yang diperkenalkan Lee Sooman di tahun
1990-an, dengan kata kunci ‘interaktif’ untuk membangun komunikasi dan interaksi yang luas.
21 SM Deniar, TD Effendi, SD Kusuma, “Cultural Diplomacy Strategies: Looking into Korean Entertainment
Company SM Entertainment,” First International Conference on Advances in Education, Humanities, and
Language, ICEL, 2019, 5
22 Maharani Putri dan Sofia Trisni, “Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment melalui New Culture
Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan,” Padjadjaran Journal of International Relations (PADJIR) 3,
no.1 (2021): 79
23 Ibid.
24 Ibid.
25 Ibid.
Culture Technology adalah strategi yang memanfaatkan perkembangan teknologi untuk
memperluas produk musik di pasar kompetitsi internasional. Proses strategi CT melalui tahap-
tahapan penting seperti audisi (casting), pengembangan bakat (training), produksi (producing),
dan pemasaran (marketing). Strategi ini merupakan wujud ambisi Lee Sooman untuk
menggabungkan industri hiburan dan teknologi untuk mempercepat pemasaran produksi
konten.26 Melalui strategi ini, SM Entertainment pun menghasilkan sub-unit dari grup Super
Junior dan EXO yaitu, Super Junior-K, Super Junior-M, dan EXO-K, EXO-M—dimana proses
promosi di Korea dilakukan oleh sub-unit K, sementara promosi di Tiongkok dilakukan oleh
sub-unit M.27
Pada tahun 2016, Lee Sooman melakukan inovasi dari konsep “Culture Technology”
menjadi “New Culture Technology” (NCT). Strategi NCT akan terus menerapkan strategi
(producing, casting, training, marketing/management) yang telah lama diberlakukan. Lee
Sooman pun menjelaskan proyek-proyek SM Entertainment di masa depan:28 pertama,
mendirikan label electronic dance music (EDM) dan mengadakan festival musik setiap tahun;
kedua, merilis aplikasi smartphone, dimana pengguna dapat terlibat dalam produksi musik dan
video idola kesukaan mereka; ketiga, bentuk baru dari saluran musik digital melalui STATION,
kolaborasi SM Entertainment dengan artis, produser, komposer, brand dari perusahaan lain;
keempat, meluncurkan Rookies Entertainment Mobile Application (Rookies App), dimana
pengguna dapat merasakan sistem training untuk menjadi idol di SM, dan juga memberikan
kesempatan para pengguna untuk magang.
Sebagai fokus utama dari strategi New Culture Technology, SM Entertainment
menciptakan boygrup Neo Culture Technology (NCT) pada tahun 2016. Berbeda dari grup
lainnya, yang biasa grup lain beranggotakan 5-7 member, NCT menerapkan sistem ‘limitless’
yang dimana jumlah member mereka tidak terbatas. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa
member NCT akan terus bertambah. Jumlah member NCT saat ini adalah 23 orang dengan sub-
unit yang terdiri dari NCT U, NCT 127, NCT Dream, dan WayV.29
26 Regita Cahyani Sipayo, “STRATEGI SM ENTERTAINMENT DALAM MENGEMBANGKAN NEW
CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa
Makassar (2020):3
27 Ibid, 33
28 Ibid.
29 Ibid.
memperluas produk musik di pasar kompetitsi internasional. Proses strategi CT melalui tahap-
tahapan penting seperti audisi (casting), pengembangan bakat (training), produksi (producing),
dan pemasaran (marketing). Strategi ini merupakan wujud ambisi Lee Sooman untuk
menggabungkan industri hiburan dan teknologi untuk mempercepat pemasaran produksi
konten.26 Melalui strategi ini, SM Entertainment pun menghasilkan sub-unit dari grup Super
Junior dan EXO yaitu, Super Junior-K, Super Junior-M, dan EXO-K, EXO-M—dimana proses
promosi di Korea dilakukan oleh sub-unit K, sementara promosi di Tiongkok dilakukan oleh
sub-unit M.27
Pada tahun 2016, Lee Sooman melakukan inovasi dari konsep “Culture Technology”
menjadi “New Culture Technology” (NCT). Strategi NCT akan terus menerapkan strategi
(producing, casting, training, marketing/management) yang telah lama diberlakukan. Lee
Sooman pun menjelaskan proyek-proyek SM Entertainment di masa depan:28 pertama,
mendirikan label electronic dance music (EDM) dan mengadakan festival musik setiap tahun;
kedua, merilis aplikasi smartphone, dimana pengguna dapat terlibat dalam produksi musik dan
video idola kesukaan mereka; ketiga, bentuk baru dari saluran musik digital melalui STATION,
kolaborasi SM Entertainment dengan artis, produser, komposer, brand dari perusahaan lain;
keempat, meluncurkan Rookies Entertainment Mobile Application (Rookies App), dimana
pengguna dapat merasakan sistem training untuk menjadi idol di SM, dan juga memberikan
kesempatan para pengguna untuk magang.
Sebagai fokus utama dari strategi New Culture Technology, SM Entertainment
menciptakan boygrup Neo Culture Technology (NCT) pada tahun 2016. Berbeda dari grup
lainnya, yang biasa grup lain beranggotakan 5-7 member, NCT menerapkan sistem ‘limitless’
yang dimana jumlah member mereka tidak terbatas. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa
member NCT akan terus bertambah. Jumlah member NCT saat ini adalah 23 orang dengan sub-
unit yang terdiri dari NCT U, NCT 127, NCT Dream, dan WayV.29
26 Regita Cahyani Sipayo, “STRATEGI SM ENTERTAINMENT DALAM MENGEMBANGKAN NEW
CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa
Makassar (2020):3
27 Ibid, 33
28 Ibid.
29 Ibid.
Awalnya, SM Entertainment berencana untuk membentuk sub-unit NCT yang
dilokasikan di empat negara yaitu Korea Selatan, Jepang, dan China. Lee Sooman berusaha
menggunakan NCT sebagai alat untuk mempromosikan konsep “Cultural Technology” yang
lebih luas. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi budaya nasional sebagai tujuan
akhir dari Korean Wave itu sendiri. Namun, terjadi perubahan rencana dimana timbul insetif
untuk memperluas pasar ekonomi di China, yang menghasilkan sub-unit NCT dengan nama
Wayv sebaga grup yang akan berpromosi di China.
Cultural Diplomacy: Implementasi Strategi New Culture Technology di China
Semenjak tahun 1996, SM Entertainment mulai memasuki pasar China melalui
pembentukkan boygrup H.O.T. Berbagai fokus SM mulai dari mengadakan konser H.O.T di
Beijing pada tahun 2000, hal ini berhasil mengekspansi artis-artis dibawah label SM
Entertainment lainnya di pasar China.30 Kesuksesan menjadikan SM Entertainment sebagai
pelopor strategi pembentukkan sub-unit China dalam tujuan menarik audiens China. Alhasil,
hubungan ekonomi Korea Selatan dan China mencapai senilai 100 milliar USD dengan profit
sejumlah 23,4 milliar untuk ekonomi Korea Selatan.
Pada tahun 2016, China memberlakukan boikot terhadap Korea Selatas karena
kesepakatan Korea Selatan dan AS untuk menetapkan sistem Terminate High Altitude Area
Defense (THAAD), sebagai upaya penangkalan sistem nuklir. SM Entertainment sebagai salah
satu perusahaan terbesar pun terhambat untuk mendebutkan sub-unit di China, terlebih lagi
banyak artis-artis SM yang berasal dari China, misalnya Lay EXO yang sulit mengikuti kegiatan
promosi grupnya. Pada akhir tahun 2017, saham SM Entertainment mengalami penurunan
sebanyak 8,2%.31
Melihat hal tersebut, SM Entertainment sebagai pelaku bisnis yang bonafide
menginovasikan New Culture Technology dan melakukan ekspansi grupnya di China. Lee
Sooman ingin mengadaptasikan strategi perusahaan berdasarkan kebijakan industri hiburan di
China. Hal ini dilakukan sebagai upaya terobosan SM Entertainment dalam memperluas dan
mempertahankan pasar industri kreatif di China. Sehingga, dibentuk Label V sebagai anak
30 Maharani Putri dan Sofia Trisni, “Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment melalui New Culture
Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan,” Padjadjaran Journal of International Relations (PADJIR) 3,
no.1 (2021): 79
31Decyani Permatasari, “Analisis Penggunaan Three NOs oleh Korea Selatan untuk Mengatasi Boikot di Cina
Akibat Terminal High Altitude Area Defense (THAAD),”. Journal of International Relations, 5, No. 1 (2019)
dilokasikan di empat negara yaitu Korea Selatan, Jepang, dan China. Lee Sooman berusaha
menggunakan NCT sebagai alat untuk mempromosikan konsep “Cultural Technology” yang
lebih luas. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi budaya nasional sebagai tujuan
akhir dari Korean Wave itu sendiri. Namun, terjadi perubahan rencana dimana timbul insetif
untuk memperluas pasar ekonomi di China, yang menghasilkan sub-unit NCT dengan nama
Wayv sebaga grup yang akan berpromosi di China.
Cultural Diplomacy: Implementasi Strategi New Culture Technology di China
Semenjak tahun 1996, SM Entertainment mulai memasuki pasar China melalui
pembentukkan boygrup H.O.T. Berbagai fokus SM mulai dari mengadakan konser H.O.T di
Beijing pada tahun 2000, hal ini berhasil mengekspansi artis-artis dibawah label SM
Entertainment lainnya di pasar China.30 Kesuksesan menjadikan SM Entertainment sebagai
pelopor strategi pembentukkan sub-unit China dalam tujuan menarik audiens China. Alhasil,
hubungan ekonomi Korea Selatan dan China mencapai senilai 100 milliar USD dengan profit
sejumlah 23,4 milliar untuk ekonomi Korea Selatan.
Pada tahun 2016, China memberlakukan boikot terhadap Korea Selatas karena
kesepakatan Korea Selatan dan AS untuk menetapkan sistem Terminate High Altitude Area
Defense (THAAD), sebagai upaya penangkalan sistem nuklir. SM Entertainment sebagai salah
satu perusahaan terbesar pun terhambat untuk mendebutkan sub-unit di China, terlebih lagi
banyak artis-artis SM yang berasal dari China, misalnya Lay EXO yang sulit mengikuti kegiatan
promosi grupnya. Pada akhir tahun 2017, saham SM Entertainment mengalami penurunan
sebanyak 8,2%.31
Melihat hal tersebut, SM Entertainment sebagai pelaku bisnis yang bonafide
menginovasikan New Culture Technology dan melakukan ekspansi grupnya di China. Lee
Sooman ingin mengadaptasikan strategi perusahaan berdasarkan kebijakan industri hiburan di
China. Hal ini dilakukan sebagai upaya terobosan SM Entertainment dalam memperluas dan
mempertahankan pasar industri kreatif di China. Sehingga, dibentuk Label V sebagai anak
30 Maharani Putri dan Sofia Trisni, “Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment melalui New Culture
Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan,” Padjadjaran Journal of International Relations (PADJIR) 3,
no.1 (2021): 79
31Decyani Permatasari, “Analisis Penggunaan Three NOs oleh Korea Selatan untuk Mengatasi Boikot di Cina
Akibat Terminal High Altitude Area Defense (THAAD),”. Journal of International Relations, 5, No. 1 (2019)
Paraphrase This Document
Need a fresh take? Get an instant paraphrase of this document with our AI Paraphraser
perusahaan SM Entertainment di China, dengan mendebutkan grup seperti Super Junior-M,
EXO-M, dan WayV sebagai artis yang akan berpromosi di China.
Dalam menerapkan strategi “New Culture Technology” yang menghasilkan
pembentukkan grup WayV—NCT berbasis China, dilakukan tiga strategi utama: Pertama,
audisi global. SM Entertainment mengadakan audisi global di China untuk mencari bakat-bakat
baru yang akan didebutkan pada boygrup WayV. Melalui hal tersebut, SM Entertainment
berpartisipasi dalam diplomasi budaya untuk meningkatkan hubungan Korea Selatan dan China
pasca ketegangan keduanya akibat THAAD. Berdasarkan data, investasi WayV di pasar China
pun berhasil memperoleh keuntungan 4,52% pada tahun 2019 yang akhirnya meningkatkan
devisa Korea Selatan sebesar 8,2 miliar USD.32
Kedua, pembentukkan proyek yang bersifat universal. Dalam arti lain, produk SM
Entertainment memiliki ciri khas yang mewakilkan negara tersebut agar dapat memperluas pasar.
Hal ini tentunya dilakukan dengan pembentukkan grup WayV, ini dilakukan untuk mengatasi
hambatan bahasa yang selama ini menjadi keluhan fanbase internasional. Maka, WayV dibentuk
untuk mengatasi hambatan dan menargetkan audiens China. Hal ini dilakukan guna membentuk
projek transnasional yang akan didistribusikan ke negara luar sebagai upaya penyebaran Hallyu.
Alhasil, budaya Hallyu akan meluas di pasar China sehingga citra merek nasional Korea diterima
banyak kalangan publik baik di China maupun internasional.
Ketiga, strategi branding melalui inovasi Culture Technology menjadi “New Culture
Technology”. Dimana SM Entertainment dapat memposisikan produk yang berbeda dari label
agensi lain. Hal ini terlihat pada pembentukkan boygrup NCT (Neo Culture Technology), sebagai
boygrup dengan kewarganegaraan yang beragam mulai dari AS, Kanada, Jepang, Thailand,
hingga Jerman. Selain itu, WayV juga telah mendorong kerja sama SM Entertainment dengan
Tencent Music Entertainment (TME) di China.33 Kerja sama ini mendukung teori Neoliberalisme
yang menekankan peran non-state actor dalam membentuk pasar global.
Berdasarkan teori Neoliberalisme dan Diplomasi Budaya, terlihat bahwa SM
Entertainment sebagai non-state actor memiliki peran penting dalam aktivitas diplomasi budaya
32 Regita Cahyani Sipayo, “STRATEGI SM ENTERTAINMENT DALAM MENGEMBANGKAN NEW
CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa
Makassar (2020): 45
33 Caitlin Kelley, “SM Entertainment Details Mutual Benefits Of Partnership With Tencent Music Entertainment:
Exclusive,” Forbes Magazine, April 28, 2019 https://www.forbes.com/sites/caitlinkelley/2019/02/15/sm-
entertainment-tencent-music-kpop-exclusive/.
EXO-M, dan WayV sebagai artis yang akan berpromosi di China.
Dalam menerapkan strategi “New Culture Technology” yang menghasilkan
pembentukkan grup WayV—NCT berbasis China, dilakukan tiga strategi utama: Pertama,
audisi global. SM Entertainment mengadakan audisi global di China untuk mencari bakat-bakat
baru yang akan didebutkan pada boygrup WayV. Melalui hal tersebut, SM Entertainment
berpartisipasi dalam diplomasi budaya untuk meningkatkan hubungan Korea Selatan dan China
pasca ketegangan keduanya akibat THAAD. Berdasarkan data, investasi WayV di pasar China
pun berhasil memperoleh keuntungan 4,52% pada tahun 2019 yang akhirnya meningkatkan
devisa Korea Selatan sebesar 8,2 miliar USD.32
Kedua, pembentukkan proyek yang bersifat universal. Dalam arti lain, produk SM
Entertainment memiliki ciri khas yang mewakilkan negara tersebut agar dapat memperluas pasar.
Hal ini tentunya dilakukan dengan pembentukkan grup WayV, ini dilakukan untuk mengatasi
hambatan bahasa yang selama ini menjadi keluhan fanbase internasional. Maka, WayV dibentuk
untuk mengatasi hambatan dan menargetkan audiens China. Hal ini dilakukan guna membentuk
projek transnasional yang akan didistribusikan ke negara luar sebagai upaya penyebaran Hallyu.
Alhasil, budaya Hallyu akan meluas di pasar China sehingga citra merek nasional Korea diterima
banyak kalangan publik baik di China maupun internasional.
Ketiga, strategi branding melalui inovasi Culture Technology menjadi “New Culture
Technology”. Dimana SM Entertainment dapat memposisikan produk yang berbeda dari label
agensi lain. Hal ini terlihat pada pembentukkan boygrup NCT (Neo Culture Technology), sebagai
boygrup dengan kewarganegaraan yang beragam mulai dari AS, Kanada, Jepang, Thailand,
hingga Jerman. Selain itu, WayV juga telah mendorong kerja sama SM Entertainment dengan
Tencent Music Entertainment (TME) di China.33 Kerja sama ini mendukung teori Neoliberalisme
yang menekankan peran non-state actor dalam membentuk pasar global.
Berdasarkan teori Neoliberalisme dan Diplomasi Budaya, terlihat bahwa SM
Entertainment sebagai non-state actor memiliki peran penting dalam aktivitas diplomasi budaya
32 Regita Cahyani Sipayo, “STRATEGI SM ENTERTAINMENT DALAM MENGEMBANGKAN NEW
CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa
Makassar (2020): 45
33 Caitlin Kelley, “SM Entertainment Details Mutual Benefits Of Partnership With Tencent Music Entertainment:
Exclusive,” Forbes Magazine, April 28, 2019 https://www.forbes.com/sites/caitlinkelley/2019/02/15/sm-
entertainment-tencent-music-kpop-exclusive/.
Korea Selatan dengan China. Disamping statusnya sebagai perusahaan multinasional, SM
Entertainment berhasil membuktikan melalui strategi New Culture Technology yang
menghasilkan boygrup WayV sebagai sub-unit NCT berbasis China. Berbeda dari yang lain,
WayV yang seluruh membernya berkewarganegaraan China sengaja dibentuk SM Entertainment
sebagai wujud investasi industri ekonomi kreatif untuk mempertahankan pasar audiens di China.
Melalui investasi tersebut, SM Entertainment telah berhasil memberikan kontribusi untuk
membantu mencairkan ketegangan diplomatik Korea Selatan dan China pasca kebijakan
THAAD.
Hal ini memiliki relevansi dengan teori Neoliberalisme yang mendukung partisipasi non-
state actor seperti organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, perusahaan multinasional
(MNCs), dan individu. Selain itu, diplomasi budaya melalui strategi NCT SM Entertainment pun
juga berhasil melakukan pertukaran ide-ide, informasi, seni, dan aspek budaya lainnya. Hal
tersebut dapat dilihat pada keberhasilan WayV dalam menarik audiens China yang memperoleh
7,8 milliar penjualan musik dan video. Maka, meskipun Korea dan China tengah mengalami
ketegangan, promosi K-Pop melalui WayV, yang juga dilokalisasi dengan unsur China Pop,
berhasil mendukung aktivitas diplomasi budaya Korea Selatan terhadap China.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa implementasi strategi New Culture Technology
di pasar China telah berhasil menjadikan SM Entertainment selaku non-state actor dapat
berkontribusi dalam diplomasi budaya. Dibalik pemahaman tentang aktivitas diplomasi yang
seringkali dikaitkan dengan urusan negara, ternyata perkembangan globalisasi telah membentuk
aktivitas new diplomacy. Dimana aktor yang berperan juga meliputi non-state actors dan
instrumen yang dapat digunakan meliptui teknologi dan informasi, hingga kebudayaan. Dalam
penelitan ini adalah perusahaan multinasional (MNCs) yaitu SM Entertainment, sebagai
perusahaan didukung oleh pemerintah Korea Selatan untuk melakukan diplomasi budaya di
China.
Dengan meluasnya fenomena global Hallyu — “K-Pop” sebagai budaya populer,
pemerintah mulai memfokuskan agenda kebijakannya untuk mendukung industri kreatif sebagai
ladang investasi ekonomi. SM Entertainment sebagai perusahaan hiburan terbesar di Korea
Selatan ini banyak dialokasikan dana investasi oleh pemerintah sebagai wujud dukungan
Entertainment berhasil membuktikan melalui strategi New Culture Technology yang
menghasilkan boygrup WayV sebagai sub-unit NCT berbasis China. Berbeda dari yang lain,
WayV yang seluruh membernya berkewarganegaraan China sengaja dibentuk SM Entertainment
sebagai wujud investasi industri ekonomi kreatif untuk mempertahankan pasar audiens di China.
Melalui investasi tersebut, SM Entertainment telah berhasil memberikan kontribusi untuk
membantu mencairkan ketegangan diplomatik Korea Selatan dan China pasca kebijakan
THAAD.
Hal ini memiliki relevansi dengan teori Neoliberalisme yang mendukung partisipasi non-
state actor seperti organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, perusahaan multinasional
(MNCs), dan individu. Selain itu, diplomasi budaya melalui strategi NCT SM Entertainment pun
juga berhasil melakukan pertukaran ide-ide, informasi, seni, dan aspek budaya lainnya. Hal
tersebut dapat dilihat pada keberhasilan WayV dalam menarik audiens China yang memperoleh
7,8 milliar penjualan musik dan video. Maka, meskipun Korea dan China tengah mengalami
ketegangan, promosi K-Pop melalui WayV, yang juga dilokalisasi dengan unsur China Pop,
berhasil mendukung aktivitas diplomasi budaya Korea Selatan terhadap China.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa implementasi strategi New Culture Technology
di pasar China telah berhasil menjadikan SM Entertainment selaku non-state actor dapat
berkontribusi dalam diplomasi budaya. Dibalik pemahaman tentang aktivitas diplomasi yang
seringkali dikaitkan dengan urusan negara, ternyata perkembangan globalisasi telah membentuk
aktivitas new diplomacy. Dimana aktor yang berperan juga meliputi non-state actors dan
instrumen yang dapat digunakan meliptui teknologi dan informasi, hingga kebudayaan. Dalam
penelitan ini adalah perusahaan multinasional (MNCs) yaitu SM Entertainment, sebagai
perusahaan didukung oleh pemerintah Korea Selatan untuk melakukan diplomasi budaya di
China.
Dengan meluasnya fenomena global Hallyu — “K-Pop” sebagai budaya populer,
pemerintah mulai memfokuskan agenda kebijakannya untuk mendukung industri kreatif sebagai
ladang investasi ekonomi. SM Entertainment sebagai perusahaan hiburan terbesar di Korea
Selatan ini banyak dialokasikan dana investasi oleh pemerintah sebagai wujud dukungan
terhadap modernisasi produksi musik dan konser di Korea Selatan. Melalui strategi NCT, SM
Enterainment membentuk boygrup WayV berbasis China yang melalui proses audisi global,
pembentukkan universal project, dan strategi branding. Hal ini dilakukan dalam rangka
memperoleh audiens publik China di tengah ketegangan pasca isu THAAD. Tidak hanya state-
actors, new diplomacy telah membuka jalan bagi Korea Selatan untuk memanfaatkan potensi
budaya nasional khususnya melalui industri kreatifnya. SM Entertainment sebagai non-state
actors semakin berperan dalam membantu ekspansi budaya Korea Selatan melalui strategi New
Culture Technology (NCT).
Enterainment membentuk boygrup WayV berbasis China yang melalui proses audisi global,
pembentukkan universal project, dan strategi branding. Hal ini dilakukan dalam rangka
memperoleh audiens publik China di tengah ketegangan pasca isu THAAD. Tidak hanya state-
actors, new diplomacy telah membuka jalan bagi Korea Selatan untuk memanfaatkan potensi
budaya nasional khususnya melalui industri kreatifnya. SM Entertainment sebagai non-state
actors semakin berperan dalam membantu ekspansi budaya Korea Selatan melalui strategi New
Culture Technology (NCT).
Secure Best Marks with AI Grader
Need help grading? Try our AI Grader for instant feedback on your assignments.
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Ien, Yudhishthir Raj Isar, and Phillip Mar. "Cultural diplomacy: beyond the
national interest?." International Journal of Cultural Policy 21, no. 4 (2015): 365-381.
Cooper, Andrew F., Jorge Heine, and Ramesh Thakur, eds. The Oxford handbook of
modern diplomacy. OUP Oxford, 2013.
Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008.
Deniar, S. M., T. D. Effendi, and S. D. Kusuma. "Cultural Diplomacy Strategies:
Looking into Korean Entertainment Company SM Entertainment." In ICEL 2019: First
International Conference on Advances in Education, Humanities, and Language, ICEL 2019,
Malang, Indonesia, 23-24 March 2019, p. 432. European Alliance for Innovation, 2019.
Donga. “The Big 3 of Korean Pop Music and Entertainment,” Donga. 6 Juni, 2019
https://www.donga.com/en/List/article/all/20110726/401789/1/The-big-3-of-Korean-pop-music-
and-entertainment.
Kelley, Caitlin. “SM Entertainment Details Mutual Benefits Of Partnership With Tencent
Music Entertainment: Exclusive.” Forbes. Forbes Magazine, April 28, 2019.
https://www.forbes.com/sites/caitlinkelley/2019/02/15/sm-entertainment-tencent-music-kpop-
exclusive/.
Pajtinka, Erik. Cultural Diplomacy in Theory and Practice of Contemporary International
Relations. Politické vedy/Political Sciences. Vol. 17. (2014): 95-108.
Putri, Maharani, and Sofia Trisni. "Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment
melalui New Culture Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan." Padjadjaran Journal
of International Relations 3, no. 1 (2021): 73-88.
Ravina, M. Introduction: conceptualizing the Korean Wave. News Articles, Magazine
Back Issues & Reference Articles on All Topics, 2010
http://findarticles.com/p/articles/mi_7066/is_31/ ai_n45060645/
Ang, Ien, Yudhishthir Raj Isar, and Phillip Mar. "Cultural diplomacy: beyond the
national interest?." International Journal of Cultural Policy 21, no. 4 (2015): 365-381.
Cooper, Andrew F., Jorge Heine, and Ramesh Thakur, eds. The Oxford handbook of
modern diplomacy. OUP Oxford, 2013.
Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi Antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2008.
Deniar, S. M., T. D. Effendi, and S. D. Kusuma. "Cultural Diplomacy Strategies:
Looking into Korean Entertainment Company SM Entertainment." In ICEL 2019: First
International Conference on Advances in Education, Humanities, and Language, ICEL 2019,
Malang, Indonesia, 23-24 March 2019, p. 432. European Alliance for Innovation, 2019.
Donga. “The Big 3 of Korean Pop Music and Entertainment,” Donga. 6 Juni, 2019
https://www.donga.com/en/List/article/all/20110726/401789/1/The-big-3-of-Korean-pop-music-
and-entertainment.
Kelley, Caitlin. “SM Entertainment Details Mutual Benefits Of Partnership With Tencent
Music Entertainment: Exclusive.” Forbes. Forbes Magazine, April 28, 2019.
https://www.forbes.com/sites/caitlinkelley/2019/02/15/sm-entertainment-tencent-music-kpop-
exclusive/.
Pajtinka, Erik. Cultural Diplomacy in Theory and Practice of Contemporary International
Relations. Politické vedy/Political Sciences. Vol. 17. (2014): 95-108.
Putri, Maharani, and Sofia Trisni. "Corporate Diplomacy: Peran SM Entertainment
melalui New Culture Technology dalam Diplomasi Publik Korea Selatan." Padjadjaran Journal
of International Relations 3, no. 1 (2021): 73-88.
Ravina, M. Introduction: conceptualizing the Korean Wave. News Articles, Magazine
Back Issues & Reference Articles on All Topics, 2010
http://findarticles.com/p/articles/mi_7066/is_31/ ai_n45060645/
Sipayo, Regita C., “STRATEGI SM ENTERTAINMENT DALAM
MENGEMBANGKAN NEW CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa: Makassar (2020).
Summer, B. H. “The Secret Franco-Russian Treaty of 3 March 1859.” The English
Historical Review 48, no. 189 (1933). 65. https://www.jstor.org/stable/552885?seq=1
The Korea Times. “After 20 Years, S.M. Entertainment to Expand Overseas Base,”
KoreaTimes. December 7, 2015,
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2016/03/386_192565.html.
MENGEMBANGKAN NEW CULTURE TECHNOLOGY DI PASAR CHINA,” Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Bosowa: Makassar (2020).
Summer, B. H. “The Secret Franco-Russian Treaty of 3 March 1859.” The English
Historical Review 48, no. 189 (1933). 65. https://www.jstor.org/stable/552885?seq=1
The Korea Times. “After 20 Years, S.M. Entertainment to Expand Overseas Base,”
KoreaTimes. December 7, 2015,
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/culture/2016/03/386_192565.html.
1 out of 15
Related Documents
Your All-in-One AI-Powered Toolkit for Academic Success.
+13062052269
info@desklib.com
Available 24*7 on WhatsApp / Email
Unlock your academic potential
© 2024 | Zucol Services PVT LTD | All rights reserved.